Mohon tunggu...
Muhammad FikriArif
Muhammad FikriArif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedudukan Orang yang Menuntut Ilmu dalam Islam

25 Oktober 2023   14:47 Diperbarui: 25 Oktober 2023   14:51 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam QS. al-Mujadilah [58]: 11, Allah swt. menyeru kepada orang-orang yang beriman. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah syarat dari seseorang yang hendak menuntut ilmu. Oleh karena itu dalam perjalanannya, iman inilah yang akan menuntun dan menjaganya.

Kedudukan Ilmu dalam Islam

Dengan landasan ayat di atas, seorang yang beriman harus selalu senang menuntut ilmu. Banyak hadis Nabi saw. yang terkait dengan ajaran untuk menuntut ilmu. Bahkan ada sebuah hadis yang menyatakan bahwa hukum menuntut ilmu adalah fardlu 'ain, yaitu:

Artinya, "menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim" (HR. Ibnu Majah, No. 224).

Status hukum menuntut ilmu yang fardlu 'ain ini mengisyaratkan semua orang yang beriman kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan, wajib untuk menuntut ilmu tanpa terkecuali.

Mengapa Nabi Muhammad saw. begitu menekankan menuntut ilmu? Hal ini karena agama Islam adalah agama bagi orang yang berakal, bernalar, dan ajaran Islam menganjurkan umatnya untuk mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini, panutan kita, Rasulullah saw. bersabda:

Artinya, "barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu" (HR. Turmudzi).

 

Untuk itu, menuntut ilmu amat penting bagi orang beriman agar dapat menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita bisa melihat bahwa seorang muslim dapat menjalankan agamanya dengan benar dan baik apabila ia mempunyai bekal ilmu pengetahuan. Dengan mempunyai ilmu, maka dia tidak hanya meniru, atau mengikuti saja, tetapi mengikuti dengan mengetahui dasar landasan yang menjadi sandarannya. Hal ini amat sangat penting untuk menjauhkan umat Islam dari taqlid buta, beramal tanpa tahu landasannya.

Apabila kaum muslimin rajin menuntut ilmu, maka semua amalannya dengan berlandaskan pengetahuan/ilmu, sehingga akan lebih bermakna, lebih khusyu' dalam praktiknya, dan tidak goyah oleh pengaruh apapun, karena punya pondasi yang kuat. Sebaliknya, apabila kaum muslimin beramal tidak berdasarkan ilmu, hanya ikut-ikutan saja, maka dasar amalnya adalah taqlid saja. Karena itu, jalan kebahagiaan dunia akhirat haruslah dilandasi oleh ilmu.

JBagaimana kedudukan orang yang berilmu? Dalam QS. al-Mujadilah [58]: 11 di muka sudah dengan jelas dinyatakan bahwa orang yang beriman dan berilmu, derajatnya diangkat atau ditinggikan oleh Allah swt. Selain itu, orang yang berilmu akan dimudahkan jalannya oleh Allah ke surga. Dalam sebuah hadis tentang keutamaan ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah saw. bersabda:

Artinya, "siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga" (HR. Muslim, No. 2699).

Jadi, Islam amat mementingkan ilmu pengetahuan sehingga hukum menuntut ilmu adalah fardlu 'ain, wajib bagi setiap individu, lelaki-perempuan, tua-muda, miskin-kaya. Mengapa? Hal ini karena ilmu merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat serta memudahkan jalan ke surga.

Keberlanjutan Menuntut Ilmu

Jama'ah rahimakumullah.

Demikianlah, betapa Allah sangat menghargai orang yang menuntut ilmu. Betapa Allah telah mendudukkan ilmu di tempat yang amat penting. Selanjutnya, kita kaji bersama, kapan kita harus menuntut ilmu?

Dalam dunia pendidikan saat ini kita kenal "Long life education" atau belajar sepanjang hayat. Ada pepatah bijak yang menyatakan, "thalabul 'ilmi mina al-mahdi ila al-lahdi", tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat. Menuntut ilmu tidak dibatasi waktu, sejak bayi lahir sesungguhnya sudah menempuh proses tersebut, seperti belajar bagaimana cara minum ASI, tengkurap, duduk, jalan, memasukkan makanan, hingga bisa mandiri.

Demikian pula bila usia sudah tua, tiada halangan untuk menuntut ilmu. Bahkan ada yang usia sudah 70 tahun baru belajar membaca al-Quran. Tiada batas usia. Jadi, jelas sekali bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari ilmu secara berkelanjutan, terus menerus tiada henti, sejak bayi yang masih dalam buaian sampai hembusan napas terakhir.

Mengapa menuntut ilmu tidak dibatasi waktu? Mengapa harus terus-menerus berkelanjutan? Hal ini karena ilmu Allah amat sangat banyak dan luas. Sungguh telah dipaparkan dalam al-Quran bahwa seandainya pohon-pohon yang ada di dunia ini ditebang untuk dijadikan pena, lalu air lautan, semuanya dijadikan tinta, dan dituliskan dengan pena dan tinta itu ilmu-ilmu Allah, niscaya ilmu-ilmu Allah tidak akan habis ditulis. Tidaklah cukup sekian juta pena dan sekian banyak tinta untuk menulis ilmu Allah. Masya Allah.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita untuk selalu belajar kapan pun dan di mana pun. Tidak hanya pendidikan formal saja, akan tetapi juga pendidikan nonformal. Sekolah formal dibatasi oleh persyaratan tertentu, umur tertentu dan waktu tertentu. Akan tetapi, sekolah nonformal lebih luas dan lebih fleksibel.

Ilmu bisa kita peroleh di mana saja, seperti melalui guru-guru, para kiai, atau ustadz-ustadzah. Ilmu juga bisa diperoleh melalui media sosial yang terpercaya narasumbernya, terutama dari sisi kapasitas keilmuannya. Berbagai tempat pengajian atau kajian-kajian yang diselenggarakan oleh organisasi atau kelompok kelompok masyarakat, lewat media cetak seperti majalah Suara 'Aisyiyah, Suara Muhammadiyah, RadioMu, TVMu, juga live streaming di Youtube, dan banyak lagi sarana menuntut ilmu melalui media belajar di dunia modern yang amat canggih saat ini.

Jama'ah rahimakumullah.

Ilmu yang kita peroleh kemudian kita amalkan di dunia ini akan abadi, menjadi bekal nanti ketika kita sudah tiada. Menuntut ilmu yang kita lakukan di sepanjang hidup kita harus selalu kita amalkan. Ada sebuah maqalah:

Artinya, "ilmu yang tidak disertai amal seperti pohon yang tidak berbuah"

Kita tahu bahwa pohon yang berbuah akan banyak manfaatnya. Untuk itu, sebagaimana sebatang pohon tersebut, dianjurkan bahkan diwajibkan bagi kita untuk mengamalkan ilmu yang sudah kita peroleh. Pengetahuan yang kita peroleh tidak boleh berhenti pada sekadar tahu saja. Akan tetapi, setelah tahu maka harus kita amalkan dan kita sebarkan.

Nabi Muhammad saw. juga bersabda bahwa ilmu itu akan dapat menjadi amal jariyah kita, apabila kita menularkannya kepada orang lain. Kemanfaatan ilmu adalah apabila ilmu kita berikan kepada orang lain, dan orang lain tersebut mengamalkannya. Misalnya, kita mengajarkan kepada ibu-ibu tentang cara merawat atau memulasarakan jenazah. Ibu-ibu tersebut kemudian mengamalkan, mempraktikkan untuk merawat jena-zah saudara-saudaranya yang meninggal. Secara otomatis, ilmu kita akan terus berkembang dan bermanfaat bagi orang banyak. Inilah yang disebut dengan amal jariyah.

Sebagai muslimah, kita harus mempelopori dan menularkan kebaikan. Pasalnya, apabila kebaikan kita ditiru atau dilanjutkan oleh orang lain, maka kita akan memperoleh pahala tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan ilmu kita. Sebaliknya, janganlah kita menjadi pelopor atau menularkan keburukan kepada orang lain. Pasalnya, apabila orang lain tersebut mengamalkan keburukan yang kita tularkan, maka kita juga mendapatkan dosa dari keburukan tersebut. Untuk itulah kita perlu berhati-hati dalam menyampaikan sebuah ilmu kepada masyarakat luas, agar hanya kebaikan dan kemanfaatan yang kita peroleh, baik di dunia ini, maupun nanti di alam akhirat.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasullullah saw. bersabda:

Artinya, "jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh" (HR. Muslim, No. 1631).

Ilmu yang bermanfaat akan menjadi teman, bekal kita kelak bila menghadap Allah. Ilmu yang bermanfaat dapat kita jadikan bekal kita di akhirat, sedangkan harta yang lain akan kita tinggalkan di dunia. Karena begitu pentingnya kedudukan ilmu, menuntut, mengamalkan dan mengajarkan ilmu dalam Islam maka Rasulullah saw. bersabda:

Artinya, "jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka engkau akan celaka" (HR. Baihaqi)

Marilah kita memohon kepada Allah swt. semoga kita menjadi hamba Allah yang berilmu pengetahuan, bersemangat menuntut ilmu, dan mengamalkan serta mengajarkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun