Hal ini terlihat dengan diterbitkannya sebuah Buku hijau (The Negro Motorist Green Book) ciptaan Victor Hugo Green tahun 1936 bagi orang kulit hitam yang ingin berkelana di wilayah Amerika Serikat bagian selatan yang terkenal sangat rasis.[3] Victor Hugo Green sendiri merupakan seorang pegawai kantor pos keturunan Afro-Amerika yang hidup di zaman diskriminasi ras masih legal.
Green Book ini berisi tempat-tempat mana saja, seperti hotel, rumah makan, dan sebagainya di wilayah selatan Amerika Serikat yang aman bagi kulit hitam dari serangan kulit putih yang menjadi mayoritas di daerah sana. Ada sebuah kisah nyata yang menarik mengenai Green Book ini yang sampai dibuatkan sebuah film yang berhasil memenangkan penghargaan bergengsi Oscar beberapa tahun lalu.
Kisah ini mengenai seorang pemusik kulit hitam, kaya raya, dan terpelajar bernama Dr. Don Shirley yang dengan sengaja membuat tur konser di daerah selatan untuk mencoba melawan opini publik yang mendiskriminasi orang kulit hitam.
Dalam perjalanan tur di selatan itu, Don menyewa Tony Vallelonga alias Tony Lip seorang kulit putih yang pada awalnya bersifat rasis terhadap orang kulit hitam, namun akhirnya sadar akan sifatnya yang salah setelah berbincang selama perjalanan di mobil serta menganggap Don sebagai kawan.
Selama perjalanan tur di selatan itu Don dipuji dan diberi tepuk tangan saat tampil di panggung sebagai musisi yang jenius, namun tetap mendapatkan perilaku rasis karena warna kulit hitamnya.
Selama turnya itu Don sering dilarang menggunakan toilet yang sama dengan orang kulit putih, pianonya diisi dengan sampah, dilarang makan di restoran mewah, dan sebagainya. Pada saat Don mendapatkan diskriminasi, Tony hadir selalu hadir untuk membelanya.
Ada sebuah pesan dari kisah ini, yaitu opini mengenai rasisme ini bukan lahir dari diri sendiri, tapi terbentuk dari opini publik. Ini terlihat pada pandangan Tony yang awalnya rasis terhadap kulit hitam, namun semua pandangan itu berubah semenjak kenal dekat dengan Don yang merupakan orang kulit hitam yang cukup terpelajar dan kaya.
Dalam opini publik, hal ini termasuk dalam Bandwagon Effect Theory yang mana dalam teori ini menjelaskan situasi seseorang yang menyesuaikan diri dengan pendapat mayoritas agar dirinya tidak terisolasi.[4] Teori ini dirasa cocok dalam menjelaskan mengapa orang Amerika Serikat bagian selatan terlihat sangat rasis terhadap orang kulit hitam.
Rasisme di Amerika Serikat mulai meningkat lagi semenjak Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat menggantikan Obama. Dalam pidatonya dan wawancaranya, Trump sangat sering sekali membuat pembicaraan yang bernada rasis seperti yang dilansir dari penelitian Brookings Institution.
Sejak Trump berkuasa juga kekerasan terhadap minoritas serta kejahatan rasial terus tumbuh tinggi yang mana paling tinggi sejak peristiwa 9/11 lalu berdasarkan data dari FBI.
Banyak pengamat yang berpendapat bahwa kemenangan Trump dalam pemilu kemarin akibat warga negara asli Amerika Serikat takut akan pekerjaannya diambil oleh warga imigran yang datang dari luar negeri. Tidak heran makanya jika dalam kampanye, Trump selalu memantik hal-hal yang berbau rasisme, seperti menyebut imigran Meksiko dan orang kulit hitam sebagai penjahat.