Mohon tunggu...
Muhammad Muhsin Afwan
Muhammad Muhsin Afwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penghulu di Kementrian Agama Kota Dumai

alumni uin suska fakultas syari'ah dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Nikah Harus ke KUA?

18 Juni 2022   17:42 Diperbarui: 20 Juni 2022   09:59 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

At Thabari menukil pendapat sebagian mufassir yang menjelaskan bahwa makna tahlukah (kerusakan) dalam ayat di atas adalah perbuatan dosa yang dilakukan terus menerus tanpa taubat (At Thabari: 1994). Perbuatan dosa bukan sekedar ditinggalkan, akan tetapi umat islam harus menjauhinya karena dosa yang dipikul akibat dosa akan menyebabkan pelakunya sengsara di dunia maupun dikahirat.

Dalam konteks pernikahan, pasangan suami istri yang menikah tanpa memenuhi syarat dan rukun nikah dipandang batal sehingga hubungan yang dilakukan selama pernikahan berstatus zina (Wahbah Zuhaili: 1985). Sebagaimana yang diketahui, zina merupakan salah satu dosa besar yang mendapat ancaman di dunia maupun akhirat. Di samping itu, sanksi sosial berupa pandnagan miring dari masyarakat dan lingkungan juga menanti bagi pelakunya.

Sebagai upaya perlindungan terhadap warga negara dari perbuatan zina, pemerintah menetapkan beberapa persyaratan administrasi pencatatan pernikahan demi menjamin keabsahan pernikahan. Selain jaminan  akan keabsahan nikah, pencatatan pernikahan juga menghadirkan kepastian hukum bagi pasangan suami istri. Dengan demikian potensi pelanggaran terhadap hak dan kewajiban suami-istri dapat diminimalisir. Jika terjadi pelanggaran yang dilakukan slaah satu pihak, maka negara dapat menjadi tempat pengaduan dan pemecahan masalah.

Semangat menghindari kerusakan dan kemudharatan telah dirumuskan dalam kaidah fikih yang berbunyi:

الضَّرَارُ يُزَالُ

Artinya : "kemudharatan harus dihilangkan".

Pencegahan akan potensi kemudharatan yang dilakukan pemerintah melalui aturan yang ada sudah seharusnya ditaati umat Islam. Seorang muslim seharusnya tidak membahayakan dirinya dengan melaksanakan pernikahan di luar jaminan negara yang rentan akan persoalan dan kecatatan hukum. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW berikut ini:

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

Artinya: Seorang muslim dilarang memberi kemudharatan kepada orang lain atau membiarkan dirinya dalam kemudharatan (HR Ibnu Majah no. 2340)

Hadits di atas secara jelas menetapkan larangan bagi setiap muslim untuk mendekati atau menjerumuskan dirinya dalam kemudharatan.   Dalam persoalan nikah siri, tentu banyak mudharat yang menanti bagi pelakunya. Agar lebih mempermudah pemahaman pembaca penulis paparkan beberapa keruskaan yang ditimbulkan nikah siri berikut ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun