Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan di Pengadilan

12 September 2024   14:18 Diperbarui: 12 September 2024   14:31 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hakim akhirnya buka suara, "Baiklah, sudah cukup. Sebelum saya putuskan, saya ingin bertanya pada Terdakwa. Tuhan, apa pembelaan-Mu?"

Untuk pertama kalinya, Tuhan bicara. Suara-Nya lembut namun menggelegar:

"Aku menciptakan kalian dengan akal dan hati. Gunakanlah keduanya dengan bijak. Temukan sendiri jawabannya."

Booom! Tiba-tiba pengadilan lenyap. Iman, Oma Bijak, Ragu, dan semua yang hadir terbangun di tempat tidur masing-masing.

Mimpi? Atau pesan?

Di suatu tempat, Tuhan tersenyum. Ah, manusia. Makhluk-Nya yang paling lucu.

Nah, bagaimana? Puas dengan dongeng receh ini? Atau malah merasa tertusuk? Jangan khawatir, rasa sakit itu tanda Anda masih hidup. Atau setidaknya, masih punya ego yang perlu dibelai.

Lucu ya, bagaimana kita, makhluk yang bahkan tidak bisa menciptakan nyamuk, berani menghakimi Sang Pencipta alam semesta. Seperti bakteri yang protes kenapa petri dish-nya tidak seperti yang dia mau. Absurd? Memang. Tapi begitulah manusia. Sok tahu adalah nama tengah kita.

Oh, dan para ateis yang merasa paling pintar sedunia? Tenang, ini bukan serangan pribadi. Anggap saja ini... cermin. Cermin yang memantulkan betapa konyolnya kita ketika merasa tahu segalanya. Padahal, jangankan memahami Tuhan, memahami diri sendiri saja masih sering gagal.

Tapi hei, mungkin memang itu pointnya. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk tahu segalanya. Mungkin justru dalam ketidaktahuan itu, kita bisa menemukan keajaiban hidup. Seperti anak kecil yang takjub melihat pelangi, tanpa perlu tahu fenomena refraksi cahaya.

Jadi, lain kali sebelum Anda berteriak "Tuhan itu kejam!" atau "Agama itu omong kosong!", coba tanya diri sendiri: "Apa aku ini Tuhan? Apa aku tahu segalanya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun