Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan di Pengadilan

12 September 2024   14:18 Diperbarui: 12 September 2024   14:31 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Iman mulai kehabisan kesabaran. "Selalu ada alasan! Dasar orang beragama, sukanya cari pembenaran!"

Tiba-tiba, seorang pria berdiri. Namanya Ragu, mantan ateis yang kini... entahlah.

"Boleh saya bicara, Yang Mulia?" tanyanya. Hakim mengangguk.

"Saya dulu seperti Iman," Ragu memulai. "Saya pikir saya tahu segalanya. Saya menyalahkan Tuhan atas semua hal buruk di dunia. Sampai suatu hari..."

Semua mendengarkan dengan seksama.

"...saya sadar bahwa saya tidak tahu apa-apa." Ragu tersenyum getir. "Bagaimana mungkin saya, makhluk fana yang bahkan tidak bisa memprediksi cuaca dengan akurat, berani menghakimi Sang Pencipta alam semesta?"

Iman mencibir, "Cih, sudah dicuci otak rupanya."

Ragu menggeleng, "Justru sebaliknya, Iman. Pikiran saya jadi lebih terbuka. Saya sadar, mungkin ada alasan di balik semua ini yang tidak bisa saya pahami. Seperti semut yang tidak bisa memahami mengapa manusia membangun gedung."

"Omong kosong!" Iman berteriak. "Itu cuma alasan orang beragama untuk membenarkan Tuhan mereka yang kejam!"

Oma Bijak angkat bicara, "Nak Iman, bukankah dengan menuduh Tuhan kejam, kau justru mengakui keberadaan-Nya?"

Skakmat. Iman terdiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun