Iman mulai kehabisan kesabaran. "Selalu ada alasan! Dasar orang beragama, sukanya cari pembenaran!"
Tiba-tiba, seorang pria berdiri. Namanya Ragu, mantan ateis yang kini... entahlah.
"Boleh saya bicara, Yang Mulia?" tanyanya. Hakim mengangguk.
"Saya dulu seperti Iman," Ragu memulai. "Saya pikir saya tahu segalanya. Saya menyalahkan Tuhan atas semua hal buruk di dunia. Sampai suatu hari..."
Semua mendengarkan dengan seksama.
"...saya sadar bahwa saya tidak tahu apa-apa." Ragu tersenyum getir. "Bagaimana mungkin saya, makhluk fana yang bahkan tidak bisa memprediksi cuaca dengan akurat, berani menghakimi Sang Pencipta alam semesta?"
Iman mencibir, "Cih, sudah dicuci otak rupanya."
Ragu menggeleng, "Justru sebaliknya, Iman. Pikiran saya jadi lebih terbuka. Saya sadar, mungkin ada alasan di balik semua ini yang tidak bisa saya pahami. Seperti semut yang tidak bisa memahami mengapa manusia membangun gedung."
"Omong kosong!" Iman berteriak. "Itu cuma alasan orang beragama untuk membenarkan Tuhan mereka yang kejam!"
Oma Bijak angkat bicara, "Nak Iman, bukankah dengan menuduh Tuhan kejam, kau justru mengakui keberadaan-Nya?"
Skakmat. Iman terdiam.