Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengejutkan! Inilah Alasan Sebenarnya Kenapa Dunia Selalu Butuh Orang Miskin

19 Mei 2024   06:02 Diperbarui: 19 Mei 2024   06:02 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemiskinan kultural disebabkan oleh faktor individu seperti kemalasan, tidak mau belajar, tidak berani mengambil risiko, dan sebagainya. Sementara kemiskinan struktural disebabkan oleh faktor di luar kendali individu, seperti lahir dari keluarga miskin, tinggal di daerah rawan konflik, atau kebijakan pemerintah yang merugikan.

Seseorang yang lahir dalam kemiskinan struktural tidak memiliki akses untuk memanfaatkan kesempatan menjadi kaya, meskipun secara teknis kesempatan tersebut terbuka bagi siapa saja. Sebagai contoh, anak-anak yang lahir di negara Timur Tengah yang rentan konflik bersenjata, akses mereka untuk menjadi kaya sangat terbatas oleh kondisi negara mereka.

Selain itu, tidak semua orang memiliki etos kerja yang tinggi atau ambisi untuk mengejar kekayaan. Ada orang yang lebih memilih gaya hidup sederhana daripada mengejar kekayaan secara ambisius. Mereka merasa cukup dengan kebahagiaan yang dimiliki dan tidak mau menghabiskan banyak waktu demi mengejar kekayaan.

Kekayaan juga bukan hanya tentang nominal, tetapi juga perbandingan. Seseorang dianggap kaya ketika harta yang dimilikinya lebih tinggi dari mayoritas manusia di sekitarnya. Jika semua orang di dunia menjadi miliarder, istilah "kaya" hanya akan menjadi ilusi karena untuk menjadi kaya di antara para miliarder, seseorang harus menjadi triliuner.

Meskipun tidak semua orang bisa menjadi kaya dan akan selalu ada golongan miskin, bukan berarti ketimpangan sosial yang ekstrem harus dibiarkan. Ketimpangan sosial yang terlalu parah dapat menyebabkan eksploitasi golongan atas terhadap golongan bawah, menciptakan kesengsaraan bagi pihak di bawah.

Peran Pemerintah dalam Mengurangi Ketimpangan Sosial

Tugas pemerintah bukan untuk menghapus kemiskinan, tetapi untuk memperkecil kesenjangan sosial dan meningkatkan standar hidup golongan miskin. Misalnya, jika pendapatan golongan miskin sebelumnya Rp 300.000, pemerintah berusaha untuk menaikkannya menjadi Rp 500.000 per bulan.

Bagaimanapun, ambisi untuk menghapus kemiskinan secara total tampaknya tidak mungkin tercapai. Kita tetap membutuhkan golongan miskin dalam masyarakat. Pertanyaannya adalah, di golongan manakah kita ingin berada: minoritas yang menjadi golongan atas atau menjadi bagian dari golongan bawah?

Memang terdengar agak kejam jika dunia membutuhkan golongan miskin. Namun, itulah faktanya. Kekayaan tidak hanya soal nominal, tetapi juga perbandingan. Orang kaya ada karena adanya orang miskin, dan sebaliknya. Orang kaya membutuhkan tenaga kerja dari orang miskin untuk menjalankan bisnisnya, sementara orang miskin membutuhkan uang dari orang kaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keduanya saling membutuhkan dalam perannya masing-masing.

Masalah utamanya bukan kaya atau miskin, tetapi ketimpangan sosial yang semakin melebar dan menciptakan jurang keadilan yang dalam. Oleh karena itu, upaya pemerintah harus difokuskan untuk mempersempit kesenjangan tersebut, bukan menghilangkan kemiskinan secara total.

Kebijakan Redistribusi Kekayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun