Tuhan menciptakan dua telinga dan satu lidah untukku agar aku lebih banyak mendengar daripada berbicara -Socrates-
Sekitar 10 tahun yang lalu, -waktu itu saya masih berumur 12 tahun- saya pernah menonton sebuah program perbincangan di salah satu stasiun televisi yang disiarkan langsung pada pagi hari. Bahkan program itu masih tetap eksis hingga sekarang.
Pada saat itu, hadir dua orang narasumber yang membicarakan dan beradu argumen tentang permasalahan 'operasionalisasi hiburan malam selama Ramadhan'.
Pada mulanya, diskusi yang dipandu oleh dua orang presenter itu berjalan dengan lancar dan sehat. Namun, ketika perbincangan itu semakin menunjukkan tensi yang tinggi dan dua orang narasumber itu saling sanggah menyanggahi tanpa ada yang mau bersedia mendengarkan terlebih dahulu, tiba-tiba saja emosi dari salah satu narasumber tersebut terpancing yang mengakibatkan ia menyiramkan minuman yang ada di gelasnya ke wajah lawan bicaranya.
Acapkali kita beinteraksi dan saling berdiskusi secara langsung dengan kawan kita. Bahkan tak jarang, kita pun juga sering berkomunikasi dengannya melalui telponan di WhatsApp.
Tentu saja ketika kita berinteraksi dengan kawan, ada saatnya kita bersuara dan kawan kita yang mendengarkan, dan sebaliknya ada juga momen dimana kita mendengarkan, kawan kita yang berbicara. Begitulah normalnya ketika kita sedang berkomunikasi ataupun berdialog dengan yang lain.
Akan tetapi, apabila dicermati langsung dalam kehidupan yang kita lalui, masih banyak ditemukan dimana seseorang hanya menggunakan mulutnya untuk berbicara, namun setelah ia berbicara, ia tidak mau memfungsikan telinganya untuk mendengarkan dengan setia lawan bicaranya.
Hal itu sering kita temui baik ketika acara diskusi di televisi, dalam relasi suami istri, maupun curhat dengan teman yang kita percayai.
Sebagaimana yang sudah saya ceritakan di pembuka tulisan ini, kita bisa melihat bagaimana kualitas komunikasi dari dua orang narasumber di acara televisi tersebut. Dua-duanya saling menginterupsi tanpa ada yang mau mendengarkan.
Tentu diskusi semacam itu tidak akan menarik dan memuaskan, sebab yang kita tonton hanyalah pertemuan dua ego, tanpa adanya isi, dan berakhir dengan suatu tindakan yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan (menyiram minuman ke lawan bicara).