Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bohong itu Candu!

15 Maret 2023   16:24 Diperbarui: 15 Maret 2023   16:31 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari kecil, Rifqy diajarkan oleh orang tua nya untuk selalu berkata jujur dan tidak boleh berbohong terhadap siapapun. Tentu, ajaran orang tua nya itu didengarkan dan dilaksanakan oleh Rifqy, hingga ia selalu menjadi anak yang jujur dalam setiap kehidupan yang ia jalani. Tetapi, ketika Rifqy menginjak dunia perkuliahan, kejujuran yang sudah ada di dalam dirinya, ternodai oleh kebohongan yang ia lakukan.  

Pernah satu waktu, ia ingin sekali jalan-jalan ke luar kota bersama teman-temannya. Namun, keinginannya itu sering sekali terhalang oleh orang tua nya yang sedikit otoriter, yang dari dulu tidak mengizinkan Rifqy untuk tidak boleh berpergian jauh tanpa adanya keperluan yang memungkinkan. Karena itulah, kali ini Rifqy ingin berbohong kepada orang tuanya, agar ia bisa jalan-jalan bersama temannya. "Mah, minggu depan Rifqy ada acara wajib dari kampus di puncak, Rifqy boleh ikut ya?" tanya Rifqy dengan penuh keyakinan.

"Boleh saja nak, mama izinkan kamu pergi, kalau kamu ada acara dari kampus. Oh iya, surat keterangan dari kampusnya mama minta ya, biar mama tau kamu ke puncaknya beneran acara kampus atau bukan?" Jawab Mamanya.

Tentu, dengan persiapan berbobong yang sudah cukup matang diperhitungkan, Rifqy sudah menyiapkan surat keterangan dari kampus, lengkap dengan tanda tangan kaprodi di bawahnya. "Ini mah, surat keterangan yang udah Rifqy minta dari kampus, mama jadinya tau kalau Rifqy ke puncak memang ada acara". 

Setelah membaca sekilas surat keterangan tersebut, mamah Ros tentunya mengizinkan Rifqy untuk pergi ke puncak tanpa sedikitpun ragu bahwa anaknya ini, nyatanya sudah berbohong kepadanya.

Sebagai manusia biasa yang tidak selamanya mencerminkan kebaikan, tentunya kita mengenal dan mempraktekkan kebohongan. Entah itu berbohong kepada orang tua, teman, pasangan; entah berbohongnya itu jarang ataupun sering; berskala besar ataupun kecil, intinya selama kita hidup, kita pernah berbohong. Walaupun tak bisa disangkal juga, ada seseorang yang memang berbohong, tetapi hal itu dilakukan demi kebaikan orang lain.

Dalam kehidupan hari ini, kebohongan tampaknya sudah merajalela dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Seseorang yang kaya ataupun yang sederhana sekalipun, sebagian kecilnya ada saja tipikal seorang pembohong. Ketika kita melihat seseorang yang berbohong bukan berarti kita melihat level ekonominya, bukan pula melihat dia punya kuasa atau tidak; namun dalam pandangan saya, seseorang yang berbohong sudah pasti dia tidak punya integritas di dalam dirinya. Akan tetapi, ketika kita lihat dalam realitanya, walaupun dalam hal ini, hanyalah asumsi saya belaka; saya lebih sering menemukan seseorang yang berlimpah harta dan yang punya kuasa berbohong dibanding orang miskin yang berbohong.

Hal ini tentu bisa kita lihat dalam pemberitaan di televisi maupun di media sosial, bahwa banyak pengusaha ataupun para pejabat yang sejatinya harus berintegritas, tapi kenyataannya ia malah korupsi dan merugikan orang banyak; apakah hal itu bukan pendusta atau pembohong? sudah pasti pembohong. Sebab, dia tak akan mungkin korupsi, kalau pada dasarnya dia adalah seorang yang jujur.

Berbicara tentang kebohongan, para politisi tentunya sangat lihai sekali dalam hal ini. Mungkin, ketika kita ingin belajar tentang caranya berbohong yang handal, politisi lah yang tepat menjadi guru kita. Bahkan, saya teringat satu ucapan guru SMA saya yang mengatakan, banyak politisi belajar berbohong secara serius dan profesional agar tidak ketahuan saat dia berbohong. Lagi pula, hal ini juga sudah menjadi kabar burung, ketika kita ingin menjadi politisi, pandai berbohong merupakan salah satu senjata yang tentunya harus ada di dalam diri politisi tersebut. Kita pastinya sudah sering melihat, berapa banyak kebohongan yang sudah dilakukan oleh para pemimpin di negeri kita tercinta ini.

Pada dasarnya, sedari kecil, kita adalah seseorang yang terdidik sebagai anak yang jujur. Orang tua dan guru kita lah yang mendidik kita, agar kita bisa tumbuh menjadi anak yang jujur. Tetapi, dalam pertumbuhan kita, yang semakin dewasa, semakin banyak kepentingan yang kita buat dan jalani; terkadang menjadi seseorang yang jujur, tentu tidaklah mengenakkan. Seperti misalkan dalam ilustrasi diatas, ketika Rifqy jujur kepada ibunya, belum tentu ia akan diizinkan oleh ibunya untuk pergi jalan-jalan ke puncak; sehingga ia harus berbohong dan mengarang cerita, agar ia dapat diizinkan.

Tentunya perbuatan berbohong Rifqy tersebut tidak boleh untuk dilakukan. Sebab, sekali ia berbohong dan ketika berbohong itu dia berhasil, maka dia akan menjadi ketagihan. Dia pastinya akan berbohong lagi di lain waktu. Dia akan kecanduan, dikarenakan berbohong itu ternyata enak dan membawa keuntungan baginya. Sebagaimana saat seseorang kecanduan narkoba, begitulah gambaran dari seseorang yang mencoba mengkonsumsi kebohongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun