Kisah berjalan kakinya Rousseau itu saya temukan di buku The Socrates Express karya Eric Weiner. Disebutkan di buku tersebut, bahwa Rousseau membiasakan berjalan kaki sejauh 30 km setiap harinya. Tentunya, ia sengaja merutinkan berjalan kaki tersebut, agar ia bisa mengaktifkan pikirannya sekaligus menggerakkan tubuhnya. Bukan seperti kita, yang lebih mengaktifkan tombol mager yang apabila kalau ke warung saja, langsung mengambil motor.
Pantas saja, kemalasan berjalan kaki pada masyarakat di negara tercinta ini membuahkan Indonesia didapuk sebagai juara number one. Hal ini berdasarkan hasil riset pada tahun 2017 yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Stanford. Tentunya hal ini sangat membanggakan memalukan sekali. Ternyata, kita yang paling banyak penduduknya, paling banyak juga yang tidak memanfaatkan kakinya agar melangkah keluar untuk melakukan aktivitas dengan berjalan kaki.
Mungkin saja, kalau hal ini ditanyakan pada masing-masing dari kita; mengapa kita masih males untuk berjalan kaki, pasti rata-rata dari kita menjawab karena trotoar di Indonesia masih buruk. Tentu hal ini ada benarnya juga. Namun, dalam perspektif saya, faktor itu hanyalah faktor kecil saja yang menyebabkan masyarakat di negara ini males berjalan kaki.Â
Tidak adanya habit {kebiasaan} itulah yang membuat kita tidak merutinkan berjalan kaki setiap hari. Itulah faktor dominannya. Jadinya, percuma saja kalau suatu waktu, trotoar di kota-kota besar di Indonesia sudah bagus dan rapih; ketika tidak diiringi dengan pembiasaan di dalam diri masing-masing orang untuk berjalan kaki setiap harinya, sama saja bohong.
Maka dari itu, menghidupi kebiasaan untuk berjalan kaki harus didengungkan kembali. Walaupun pada saat ini, sudah banyak pilihan yang ada untuk kita; entah itu kita udah punya mobil, motor, dan sebagainya. Tapi setidaknya, menyempatkan waktu paling lama 20 menit untuk berjalan kaki setiap harinya, itulah yang harus kita coba.Â
Mungkin hal itu bisa dimulai dengan mengantarkan anak kita ke sekolah atau dimulai dengan perginya kita ke pasar mencari bahan pokok makanan, dan kegiatan lain yang bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Tentu ketika kita memulai perubahan itu, maka tanpa kita sadari kita akan mendapatkan manfaat dari giatnya kita berjalan kaki.
Oleh karena nya, berjalan kaki itu banyak maslahatnya kok untuk kesehatan diri dan juga lingkungan kota kita. Mungkin kita tidak sadar, dengan semakin banyaknya seseorang berjalan kaki, hal itu akan berdampak pada polusi udara yang semakin berkurang. Terkadang, sebagian kecil dari kita berteriak, "Kota Jakarta banyak polusiiinyaa!", tapi yang berteriak seperti itu masih menggunakan motor atau mobil setiap harinya untuk bekerja atau melakukan aktivitas.
Padahal mereka bisa mencoba menaiki transportasi publik seperti KRL, MRT, TransJakarta untuk digunakan mereka dalam melakukan aktivitasnya ke kantor dan sekolah. Jadinya, ketika mereka menaiki transportasi umum itu, mereka mendapatkan kesempatan untuk berjalan kaki dari halte/stasiun ke tempat kerja mereka. Walaupun, kembali lagi pastinya banyak yang tidak mau menaiki transportasi umum dan berjalan kaki menuju tempat kerjanya dengan alasan cuaca tidak mendukung, blablabla, wasweswooosss.
Banyak yang mengira dan menduga bahwa seseorang yang kemanapun menaiki transportasi umum dan berjalan kaki dianggap golongan orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Padahal tak selamanya begitu. Sudah banyak kok kita lihat di zaman sekarang, orang-orang yang kemampuan ekonominya menengah ke atas naik transportasi umum. Dan khusus berjalan kaki, banyak kok dari dulu, tokoh-tokoh hebat yang membiasakan berjalan kaki tiap harinya.Â
Rosseau yang berjalan kaki tiap harinya 30 KM; Immanuel Kant yang sehabis makan siang, ia sempatkan berjalan kaki sekitar satu jam; Nietzsche yang secara rutin bersemangat berjalan kaki selama dua jam penuh di pegunungan Alpen Swiss; bahkan Rasulullah SAW dalam satu Riwayat haditsnya, sangat suka dan membiasakan berjalan kaki setiap harinya.
Jadi, tak usah merasa malu apabila kita dianggap orang susah dikarenakan kemanapun kita pergi selalu naik transportasi umum dan berjalan kaki. Setidaknya, dengan berjalan kaki, kita menjadi agen dalam mereduksi polusi udara yang sudah semakin parah di lingkungan kota kita. Juga, yang harus kita ketahui dan tanamkan ialah kita tetap bisa menjadi orang hebat pada masa depan; walaupun kita memilih berjalan kaki yang banyak tidak dipilih oleh sebagian besar orang di zaman sekarang yang sudah memiliki kendaraan.