Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghabituasi Diri dengan Berjalan Kaki

27 Januari 2023   19:45 Diperbarui: 27 Januari 2023   20:06 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Canva

Pernahkah kita melihat, seseorang dengan fisiknya yg lengkap dan sehat dari sejak kecilnya, yang tidak pernah berjalan kaki? saya rasa kita semua tidak pernah melihat dan menemukannya. Sebab, berjalan itu adalah sesuatu yg esensial dari manusia. Dari sejak sudah bisa merangkak dan duduk; Biasanya, ibu kita selanjutnya mengajarkan kita untuk belajar berdiri dan berjalan. Dan pada umumnya, sebagian besar dari kita awalnya, sudah mulai dapat berjalan di umur kita yang sudah menginjak 1-2 tahun; walaupun jalannya kita pada umur segitu, masih terbilang tertatih-tatih.

Dalam tumbuh kembangnya kita, dari yang awalnya masih balita hingga sekarang sudah memasuki fase dewasa; dalam kehidupan sehari-hari, kita pastinya selalu berjalan. Tak mungkin, manusia pada umumnya menghabiskan waktunya tidur melulu; atau duduk terus-terusan. Tentu, dalam sehari saja, kita pasti berjalan, entah itu pergi membuang sampah ke tempatnya;  mengambil makanan; atau bahkan menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil.  Tentunya, kita melakukannya dengan berjalan kaki.

Berjalan kaki merupakan suatu hal yang alamiah. Bisa dilakukan oleh sebagian besar dari kita yang tentunya dalam hal ini mendapatkan anugerah mempunyai fisik yang lengkap. Tapi bukan berarti, berjalan kaki itu perkara yang mudah. Dalam hal ini, saya menjelaskan tentang berjalan kaki itu bukan hanya sekedar melangkahkan dua kaki kita kedepan saja; namun berjalan kaki dalam konteks disini adalah seberapa seringkah kita melakukan aktivitas di luar rumah dengan berjalan kaki.

Kita semua sudah tau dan sangat sering membaca manfaat dari berjalan kaki; tetapi dalam aktualisasinya, sedikit sekali yang melakukannya. Bahkan, ketika kita perkecil lagi, sangat sedikit sekali yang membiasakan berjalan kaki pada tiap harinya. 

Padahal, berjalan kaki termasuk olahraga yang gratis; semua orang bisa melakukannya. Baik orang kaya, sederhana, artis, maupun orang yang sangat kekurangan secara ekonomi, sama-sama mendapatkan hak yang setara dalam berjalan kaki. Tak boleh ada pengistimewaan bagi orang kaya ketika ia berjalan di suatu trotoar. Begitupun juga dengan orang yang sedikit mempunyai harta, tak boleh ada pengkerdilan ketika ia sedang berjalan kaki di suatu trotoar. Bisa dibilang, berjalan kaki itu haruslah demokratis.

Seperti yang saya katakan diatas, berjalan kaki itu tidaklah mudah. Pada zaman modern ini, berjalan kaki sudah tidak menjadi pilihan utama lagi ketika kita beranjak dari rumah. Jangankan jauh, yang jaraknya lumayan dekat saja, kebanyakan dari kita bepergian menggunakan motor. 

Contohnya saja, banyak kok dari kita yang ke warung dengan jarak sekitar lebih kurang satu kiloan meter saja kita langsung menyalakan motor untuk membeli barang. Belum lagi yang saya lihat akhir-akhir ini, banyak orang tua yang padahal jarak antara rumahnya dengan sekolah, tidak terlalu jauh; namun ia tetap mengantarkan anaknya ke sekolah itu menggunakan motor. Bukan berarti, saya menyalahkan orang tua yang melakukan hal demikian, sama sekali tidak. 

Tapi, ketika kita mengantarkan anak ke sekolah dengan berjalan kaki, banyak sekali hal yang bisa keduanya itu dapatkan. Dengan berjalan kaki, kita bisa menstimulasikan tubuh kita untuk bergerak dengan bebas. Bukan hanya itu saja, bagi sang anak, dengan ia berjalan kaki ke sekolahnya, hal itu akan dapat meningkatkan konsentrasinya pada saat ia belajar di sekolah.

Mungkin saja, perkembangan zaman yang sudah pesat ini, merubah itu semua. Dahulu, ketika kendaraan belum sebanyak sekarang, manusia pada zaman dulu, rata-rata kemanapun ia menuju, selalu berjalan kaki; karena pada saat zaman tersebut kendaraan masih terbatas, hanya ada kereta kuda (sudah ada 3000 tahun yang lalu) dan juga kereta api (sudah ada 200 tahun lebih yang lalu). 

Namun, pada masa kini, sebagian besar orang sudah memiliki kendaraan pribadi; yang mana hal itu akan menyebabkan semakin malesnya mereka untuk menyempatkan waktu untuk berjalan kaki. Karena pastinya, ketika seseorang sudah memiliki motor misalnya, motornya inipun akan ia gunakan kemanapun ia pergi, walaupun jaraknya dekat.

Rasa-rasanya memang perlu, apabila kita belajar pada orang yang sudah mendahului kita {dibaca: sejarah}. Mengenai berjalan kaki ini, saya teringat satu filsuf yang kemanapun ia pergi selalu berjalan kaki, Jean Jacques Rousseau namanya.

Kisah berjalan kakinya Rousseau itu saya temukan di buku The Socrates Express karya Eric Weiner. Disebutkan di buku tersebut, bahwa Rousseau membiasakan berjalan kaki sejauh 30 km setiap harinya. Tentunya, ia sengaja merutinkan berjalan kaki tersebut, agar ia bisa mengaktifkan pikirannya sekaligus menggerakkan tubuhnya. Bukan seperti kita, yang lebih mengaktifkan tombol mager yang apabila kalau ke warung saja, langsung mengambil motor.

Pantas saja, kemalasan berjalan kaki pada masyarakat di negara tercinta ini membuahkan Indonesia didapuk sebagai juara number one. Hal ini berdasarkan hasil riset pada tahun 2017 yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Stanford. Tentunya hal ini sangat membanggakan memalukan sekali. Ternyata, kita yang paling banyak penduduknya, paling banyak juga yang tidak memanfaatkan kakinya agar melangkah keluar untuk melakukan aktivitas dengan berjalan kaki.

Mungkin saja, kalau hal ini ditanyakan pada masing-masing dari kita; mengapa kita masih males untuk berjalan kaki, pasti rata-rata dari kita menjawab karena trotoar di Indonesia masih buruk. Tentu hal ini ada benarnya juga. Namun, dalam perspektif saya, faktor itu hanyalah faktor kecil saja yang menyebabkan masyarakat di negara ini males berjalan kaki. 

Tidak adanya habit {kebiasaan} itulah yang membuat kita tidak merutinkan berjalan kaki setiap hari. Itulah faktor dominannya. Jadinya, percuma saja kalau suatu waktu, trotoar di kota-kota besar di Indonesia sudah bagus dan rapih; ketika tidak diiringi dengan pembiasaan di dalam diri masing-masing orang untuk berjalan kaki setiap harinya, sama saja bohong.

Maka dari itu, menghidupi kebiasaan untuk berjalan kaki harus didengungkan kembali. Walaupun pada saat ini, sudah banyak pilihan yang ada untuk kita; entah itu kita udah punya mobil, motor, dan sebagainya. Tapi setidaknya, menyempatkan waktu paling lama 20 menit untuk berjalan kaki setiap harinya, itulah yang harus kita coba. 

Mungkin hal itu bisa dimulai dengan mengantarkan anak kita ke sekolah atau dimulai dengan perginya kita ke pasar mencari bahan pokok makanan, dan kegiatan lain yang bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Tentu ketika kita memulai perubahan itu, maka tanpa kita sadari kita akan mendapatkan manfaat dari giatnya kita berjalan kaki.

Oleh karena nya, berjalan kaki itu banyak maslahatnya kok untuk kesehatan diri dan juga lingkungan kota kita. Mungkin kita tidak sadar, dengan semakin banyaknya seseorang berjalan kaki, hal itu akan berdampak pada polusi udara yang semakin berkurang. Terkadang, sebagian kecil dari kita berteriak, "Kota Jakarta banyak polusiiinyaa!", tapi yang berteriak seperti itu masih menggunakan motor atau mobil setiap harinya untuk bekerja atau melakukan aktivitas.

Padahal mereka bisa mencoba menaiki transportasi publik seperti KRL, MRT, TransJakarta untuk digunakan mereka dalam melakukan aktivitasnya ke kantor dan sekolah. Jadinya, ketika mereka menaiki transportasi umum itu, mereka mendapatkan kesempatan untuk berjalan kaki dari halte/stasiun ke tempat kerja mereka. Walaupun, kembali lagi pastinya banyak yang tidak mau menaiki transportasi umum dan berjalan kaki menuju tempat kerjanya dengan alasan cuaca tidak mendukung, blablabla, wasweswooosss.

Banyak yang mengira dan menduga bahwa seseorang yang kemanapun menaiki transportasi umum dan berjalan kaki dianggap golongan orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Padahal tak selamanya begitu. Sudah banyak kok kita lihat di zaman sekarang, orang-orang yang kemampuan ekonominya menengah ke atas naik transportasi umum. Dan khusus berjalan kaki, banyak kok dari dulu, tokoh-tokoh hebat yang membiasakan berjalan kaki tiap harinya. 

Rosseau yang berjalan kaki tiap harinya 30 KM; Immanuel Kant yang sehabis makan siang, ia sempatkan berjalan kaki sekitar satu jam; Nietzsche yang secara rutin bersemangat berjalan kaki selama dua jam penuh di pegunungan Alpen Swiss; bahkan Rasulullah SAW dalam satu Riwayat haditsnya, sangat suka dan membiasakan berjalan kaki setiap harinya.

Jadi, tak usah merasa malu apabila kita dianggap orang susah dikarenakan kemanapun kita pergi selalu naik transportasi umum dan berjalan kaki. Setidaknya, dengan berjalan kaki, kita menjadi agen dalam mereduksi polusi udara yang sudah semakin parah di lingkungan kota kita. Juga, yang harus kita ketahui dan tanamkan ialah kita tetap bisa menjadi orang hebat pada masa depan; walaupun kita memilih berjalan kaki yang banyak tidak dipilih oleh sebagian besar orang di zaman sekarang yang sudah memiliki kendaraan.

Terakhir, tak menutup kemungkinan, siapa tau, seseorang yang rutin membiasakan berjalan kaki setiap harinya akan mendapatkan suatu gagasan atau ide yang barangkali dapat merubah keadaan dirinya, kotanya, bahkan negaranya. Nietzsche seorang filsuf asal Jerman berkata, "semua pemikiran besar lahir saat kita berjalan kaki"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun