Agak sungkan rasanya ketika menulis tentang pengalaman pertama kali membaca buku secara konsisten, namun tidak menyebutkan nama tokoh idola yang membuat saya mempunyai sedikit kegemaran membaca buku.
Ialah Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan terkenal pada zamannya, yang telah meracuni saya dengan karya yang luar biasa memikatnya, sehingga yang awalnya saya tak pernah membaca buku -- kecuali buku mata pelajaran sekolah dan kuliah, menjadi tertarik dan ingin tahu lebih dalam apa isi karya buku dari Pram -- begitulah ia dikenal.
Bumi Manusia adalah buku yang pertama kali saya baca secara konsisten. Sedikit membahas isinya, yang membuat saya ketagihan dan mempunyai hobi membaca dikarenakan isinya yang membuat imajinasi saya terhanyut dalam membaca buku itu.Â
Walaupun karya pram itu adalah novel sastra, namun ia bisa membungkus secara apik sejarah keindonesiaan pada masa kolonial pada awal abad ke-20. Â
Di mulai dari buku itulah, pola keseharian saya sejak itu agak sedikit berubah. Sebelum mulai aktif membaca buku, saya adalah seseorang yang tidak bisa jauh-jauh dari Handphone, padahal saya mengerti bahwa Hp tak layak nya seperti nafsu kita; ketika kita tak kontrol, ia akan menguasai dan membelenggu diri kita.
Awal tahun 2020 adalah fase dimana perubahan kebiasaan saya bermain HP dimulai.Â
Sejak saat itu, saya benar-benar mengurangi intensitas bermain HP; yang dahulu, sebelum tidur, biasanya saya mengotak atik layar HP untuk melihat segala macam isi di dalam nya, sekarang sudah mulai membolak balik lembaran buku dan hanyut di dalam nya (dibaca: Ketiduran).Â
Membaca Buku tampaknya bisa menjadi obat alternatif seseorang yang mengalami gejala insomnia -- sulit untuk tidur.
Sedari perjumpaan dengan buku itulah yang membuat saya hingga sampai waktu menulis ini masih konsisten membaca buku, bahkan buku sudah menjadi teman saya di dalam kesunyian malam.Â
Bukan hanya itu saja, kehadiran buku di dalam kehidupan, membuat saya terlepas dari 'belenggu' ketidaktahuan. Sebab, dengan kehadiran buku, sedikit banyak membuat saya mendapatkan suntikan vitamin pengetahuan tentang segala isi dunia dan ingat betul apa yang dikatakan oleh Pram, "membaca membuatmu mengenal dunia".
Perkataan Pram itu seakan memecut kesadaran saya; tanpa membaca, saya adalah seseorang yang merugi dan penuh dengan Kesia-siaan. Seakan Pram ingin menunjukkan, bahwa membaca itu layaknya seperti makan.Â
Tubuh kita bisa kuat dan sehat karena adanya asupan makanan yang masuk; begitupun juga dengan pikiran, pikiran kita bisa kuat, tajam dan kritis, kalau kita sering memberikan asupan makanan ke dalam akal kita, yakni dengan membaca.
Kita mengetahui dan menyadari, bahwa hidup yang kita jalani begitu singkat, pengalaman kita pun terkesan tidak banyak; maka dari itu, rajin dan tekun membaca buku adalah suatu solusi untuk mengelilingi dan mengenal dunia secara singkat.Â
Argumen ini tentunya sekaligus bisa menjadi suatu pegangan untuk seseorang yang tak pernah piknik sebab terkendala karena tidak adanya uang; bahwa dengan sungguhnya ia membaca buku, ia bisa menutupi kekurangan pengalaman di hidup nya.Â
Sebab, ketika kita membaca, otomatis wawasan akan bertambah luas.
Mungkin Sebagian dari kita pernah melihat slogan di media-media sosial, "membaca adalah melawan", "Lawanlah Kebodohan dengan membaca", "bangkitkan rasa keingintahuanmu dengan membaca", dll.Â
Hal itu menunjukkan bahwa membaca itu memang suatu bentuk resistensi terhadap kebodohan dan kedangkalan, dan buku adalah salah satu senjata untuk menajamkan pikiran kita dari ketumpulan akal kita yang jarang diasah; bahkan dengan membaca buku, kita bisa membuat perubahan, entah itu pada level diri kita sendiri, lingkungan kita, bahkan dalam spektrum yang lebih luas lagi. Akan tetapi, sedikit sekali yang menyadari hal itu.
Sesuatu yang aneh apabila kita ingin merubah keadaan suatu bangsa, mengubah suatu negeri, tetapi tidak membaca buku. Sungguh absurd seseorang yang begitu. Bagaimana mungkin ia merubah sesuatu, namun tidak berdasarkan referensi yang ada.Â
Maka yakinilah, kalau seandainya pejabat-pejabat yang duduk di pemerintahan atau di kursi legislatif, namun ia tidak pernah membaca buku, bisa dipastikan negara Indonesia tidak akan berkemajuan. Sebab, kunci dari segala kemajuan dan kesuksesan, apapun itu, yha dimulainya dari giatnya kita membaca.
Mustahil kita bisa berkualitas, kalau tidak menjadikan buku sebagai teman dalam kesunyian kita. Seseorang yang mau dirinya tidak dijajah oleh kebodohan dan ketidaktahuan, maka haruslah mempunyai kebiasaan membaca buku.Â
Sebab, bukulah yang menjadi sumbernya ilmu yang paling otoritatif. Jadinya, tak mungkin kita bisa berilmu, tak mungkin kita bisa kritis terhadap sesuatu, kalau kita malas membaca buku.
Oleh karena nya, sebagai penutup dari seri ini, ada sebuah perkataan sekaligus sebuah strategi yang cukup bagus agar semangat membaca kita terus menjadi suatu kebiasaan. Ungkapan itu datang dari Cicero - seorang filsuf momumental asal Romawi:
 "Bacalah, setiap kali waktu senggang, bacalah disetiap waktu, bacalah saat gembira, bacalah saat bekerja, bacalah saat seseorang masuk, bacalah saat seseorang keluar; tugas pikiran yang terdidik itu hanya satu, yakni membaca"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H