Kebahagiaan adalah bukanlah sesuatu hal yang semu. Mungkin bagi sebagian orang kebahagiaan adalah sesuatu yang palsu, sesuatu yang menipu, sesuatu yang dibuat-buat. Mungkin mereka ini keliru dalam memahami kebahagiaan. Namun, pada umumnya, Kebahagiaan itu sifatnya alami dan memang datang dari orang-orang yang tidak sedang sedih dan kecewa.
Begitulah pengertian kebahagiaan yang sesungguhnya. Definisi yang menurut saya tidak kaku dan sangat mudah dipahami. Mana mungkin orang yang lagi sedih, bahagia. Mana mungkin, orang yang lagi stress, bahagia. Justru, Bahagia itu ketika kita menjalani suatu kegiatan dengan menyenangkan. Bahagia itu terjadi ketika kita menciptakannya sesuatu yang membuat diri kita tenang dan nyaman. Intinya bahagia yang benar dan simpel, yha seperti itu.
Namun, bukan berarti kita dapat bahagia terus menerus. Tak ada bahagia yang sempurna. Pasti di samping kebahagiaan itu, ada kesedihan. Bagaikan dua sisi mata uang, hidup itu memang begitu adanya. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan sebuah konsep Yin dan Yang yang pasti ada di dalam diri manusia. Karena tanpa kebahagiaan, hidup bagaikan sebuah jalan yang dipenuhi dengan lobang bebatuan.
Jadinya hidup kita dipenuhi oleh gumpalan emosi kemarahan, kekesalan pada setiap apa yang terjadi, sehingga ia menjadi kufur nikmat. Sementara, Hidup tanpa kesedihan, bagaikan mengendarai sebuah motor yang terus di gas, membuat tak mengenal batas, hingga pada akhirnya cenderung menyerobot kebahagiaan orang lain juga. Juga, kurang seru juga hidup, bila bahagia terus, tidak ada sedihnya sama sekali.
Namun, selama masih di dunia, pasti semua orang merasakan yang namanya kebahagiaan dan juga kesedihan. Lain lagi ketika di akhirat, kebahagiaan sudah mencapai level paripurna nya, apabila seseorang berhasil meraih nya.
Kebahagiaan tidak sama dengan kenikmatan. Kenikmatan biasanya temporer, sementara kebahagiaan mempunyai sifat yang lebih abadi. Karena ketika kita mencoba memikirkan, bahwa sesuatu yang nikmat, yang lezat, yang enak itu hanyalah sebuah kebahagiaan yang levelnya masih awalan saja. Sebagai contoh, ketika kita meminum kopi segelas, awalnya memang terasa nikmat dan bahagia ketika meminumnya.
Namun, coba setelah kopi itu abis segelas, lalu kita mencoba memesan kembali segelas kopi yang kedua dan ketiga, bisa dipastikan kopi itu tidak nikmat dan lezat lagi. Yang ada perut kita jadi kembung dan bisa jadi mual. Sama juga dengan ketika kita memakan makanan mahal yang lezat.
Mungkin ketika sehat, kita menikmatinya karena makanan itu sangat enak sekali rasanya. Tapi, ketika kita mencoba menyantap makanan itu dalam keadaan kita sedang sakit, apakah kamu menikmatinya? tentu saja tidak. Seenak apapun makanan yang masuk ke mulutmu ketika kamu sedang sakit, pasti kamu merasakan ketidaknikmatan dan pait saja rasanya.
Berbicara tentang kebahagiaan, Al Farabi, seorang filsuf islam pernah menulis di dalam kitabnya yang berjudul Tahsil Al-sa'adah, bahwa kebahagiaan itu tingkatannya sudah mencapai Absolute Good. Sesuatu hal kebaikan yang derajatnya paling atas, paling mentok. Karena ketika seseorang sudah mencapai kebahagiaan yang hakiki, ia tidak akan meraih sesuatu hal yang lain lagi. Karena esensinya, ia sudah berada di puncak gunung yang bernama kebaikan.
Segala keindahan hidupnya sudah terwujud karena ia berhasil meraih kebabagiaan. Segala sesuatu seperti membantu orang lain, yang hal itu membuat yang dibantu menjadi bahagia, hal itu merupakan suatu kebaikan.
Setiap orang pasti mempunyai tujuan hidup. Dan tujuan hidupnya pasti tidak lepas dari sesuatu yang membawanya kepada kebahagiaan. Mustahil dikatakan, ketika seseorang mendambakan hidup yang penuh kesumpekan dan kesedihan secara terus menerus. Kenapa bisa begitu? yha karena Allah menciptakan kita untuk bahagia. Dalam artian, Allah menyuruh kita untuk hidup dengan penuh kebahagiaan. Ketika kita bahagia, hidup kita pastinya menjadi lebih bersyukur atas segala yang kita raih.
Kalau kita berpikir saja, sudah berapa banyak fasilitas yang Allah kasih untuk kita hidup di dunia ini, sehingga semuanya serba mudah, maka kita akan bahagia. Kita diberi kenikmatan oleh Allah yang jumlahnya tak terhingga, mulai dari yang nempel di tubuh kita, seperti misalnya dimulai dari akal kita, yang dengannya kita mampu berpikir mana yang baik dan mana yang buruk. Juga kita diciptakan dalam porsi yang pas, mata ada dua, telinga ada dua, tangan dan kakipun juga ada dua. Semuanya diberi Tuhan dengan gratis untuk Hamba nya.
Belum lagi kenikmatan yang tidak secara langsung kita sadari, membuat hidup kita dibuat seenak mungkin. Tapi terkadang, kebanyakan manusia sering mengabaikan itu. Karena nya, ada yang bilang, ketika kita terus-terusan sumpek, pusing tentang hidup, stress, sedih berlarut-larut, berarti ia termasuk kategori yang melecehkan Tuhan. Tuhan tersinggung ketika manusia kebanyakan sedihnya, daripada bahagia nya.
Mungkin, bila dilihat secara nyata, ada memang sebagian orang yang tidak mau dan tidak ingin bahagia. Jelas, itu merupakan suatu kekeliruan yang nyata dan hal itu bisa membawa dampak negatif. Ketika ia sengaja tidak ingin bahagia, maka jelasnya, ia selalu menemukan dan berada di lingkup yang dipenuhi dengan hal kejelekan dan keburukan. Sehingga, memang tambah jelas juga, ketika ia sudah dalam situasi seperti itu, kebahagiaan tidak diperlihatkan untuknya.
Walaupun dalam teknis dan prakteknya, kebahagiaan sulit untuk diterapkan, namun kita bisa mengatur diri kita, membuat diri kita melakukan sesuatu yang berlandaskan kebahagiaan. Ketika kita tau, kebahagiaan kita itu seperti apa, jalankan saja pelan-pelan dengan step by step, dengan begitu kita bisa merasakannya sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya, kita berada di puncaknya.
Begitupun, Ketika kita sedang banyak masalah, Boleh kita mencurahkan kesedihan, bete atas masalah yang dihadapi, namun coba lihatlah, banyakan mana antara nikmat yang engkau miliki yang diberi oleh Allah selaku Tuhanmu dengan masalah yang sedang kamu hadapi. Tentu saja masalahmu itu tidak sebanding dengan pemberian nikmat tersebut.
Oleh karena nya, kita harus tetap bahagia. Jadikan kebahagiaan itu merupakan 90% dari kehidupanmu dan sisakan 10% untuk bersedih dan menangis. Dominankan kebahagiaan daripada kesedihan. Carilah kebahagiaan itu dimana saja engkau temui. Bila kebahagiaan itu di satu pintu tertutup, temui dan berangkatlah ke salah satu pintu yang terbuka. Helen Killer, seorang American Author pernah berkata, "kita terlalu lama berdiri di depan pintu yang ketutup, sehingga kita tidak pernah melihat satu pintu lain yang terbuka."
Semoga, dengan kita bahagia ketika hidup di dunia, kita bisa merasakan kebahagiaan yang lebih abadi, yaitu di akhirat kelak. Salam Bahagia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H