Tak terasa sudah lebih dari dua pekan atau lebih tepatnya delapan belas hari aku menjadi orang proyek.
Sejauh ini yang aku rasakan selama menjadi Admin Lapangan Proyek Tol Bocimi adalah nyaman, setidaknya sampai hari ini.
Dan tentu jauh lebih nyaman jika dibanding saat menjadi jurnalis salah satu media di Jawa Tengah.
Tentu aku di sini terus beradaptasi dengan pekerjaan yang baru bagiku ini.
Sampai hari ini pun aku juga masih menyesuaikan diri dan terus belajar terkait tugas-tugasku.
Kilas Balik
Sebenarnya dunia proyek bukan menjadi sesuatu hal yang baru untuk diriku.
Aku pertama kali bekerja setelah lulus SMA adalah menjadi pekerja proyek listrik arus lemah di Priok, Jakarta Utara.
Masih tersimpan jelas di memori ingatanku pada kisaran 2014/2015 itu aku berangkat sendirian ke Jakarta menaiki bis Laju Prima.
Aku bisa kerja di sana karena ikut tetanggaku yang telah lama berkecimpung di dunia tersebut.
Di sana aku menggarap proyek Terminal Operasi Pelabuhan Tanjung Priok.
Dan selama hidup di sana, aku tinggal di Kampung Bahari, kalian bisa cari tahu sendiri tentang kampung tersebut.
Aku kerja di proyek listrik tersebut kurang lebih selama tiga bulan, ada sesuatu hal yang mengharuskan aku pulang pada waktu itu.
Kemudian pada waktu yang berbeda aku juga pernah menjadi kuli bangunan di Surabaya pada 2017.
Pada periode hidupku ini sepertinya akan susah terlupakan dalam ingatanku.
Bagaimana tidak, aku hidup selayaknya orang proyek pada umumnya yang banyak orang ketahui.
Hidup di bedeng yang terbuat dari triplek, yang waktu siang panasnya luar biasa, jika malam datang tubuh menjadi santapan bagiÂ
para nyamuk yang datangnya ratusan atau ribuan itu.
Kerja mulai pukul 07.00 sampai 17.00 itu full menggunakan kekuatan fisik.
Aku hidup dalam keadaan tersebut selama setahun lebih, sebelum pada akhirnya aku daftar kuliah.
Perbandingan dengan Pekerjaan Sebelumnya
Aku bisa bergabung dengan salah satu perusahaan bore pile yang berkantor di Jakarta tersebut berkat rekomendasi dari teman.
Sebelumnya aku bekerja sebagai freelance di lembaga survey, itu pun banyak nganggurnya sebenarnya.
Pekerjaan formalku yang sebelumnya adalah jurnalis di salah satu media di Jawa Tengah.
Aku bergabung di media tersebut ketika lulus kuliah pada awal 2023.
Aku melamar di media tersebut karena dulu pernah aktif di dunia jurnalistik ketika menjadi mahasiswa.
Di samping itu aku memang menyukai menulis. Pernah ikut nulis antologi untuk sebuah buku.
Juga pernah menuliskan buku untuk seseorang dan sampai kini masih aktif menulis buku harian yang telah berumur empat tahun itu.
Namun dengan segala latar belakangku di dunia jurnalistik dan tulis menulis itu tidak menjamin karierku di perusahaan media tersebut berjalan mulus.
Ketidak nyamanan tersebut sudah aku rasakan ketika mulai pelatihan yang berlangsung kurang lebih seminggu tersebut.
Penyebabnya ternyata aku tidak menyukai disiplin menulis berita untuk kebutuhan perusahaan.
Selama ini aku hanya menulis apa yang aku mau dan sesuka hatiku saja.
Pada saat mulai kerja yang sesungguhnya, semakin membuat aku tidak nyaman.
Kerja dengan sistem sifting, terus berada di depan komputer, dan telingaku dipenuhi suara ketikan jari pada keyboard membuatku jadi stres.
Ditambah lagi aku mulai ada ketidak cocokan dengan salah satu rekan kerja.
Ketidak cocokanku dengannya itu semakin menjadi sampai aku resign dari perusahaan itu, dan bukan hanya aku saja yang tidak cocok dengan dia.
Di media tersebut aku dibayar perbulan dengan UMR setempat, sementara di sini aku mendapatkan gaji di bawah standar pengupahan Jakarta.
Dan aku tak masalah dengan hal itu karena pada saat ini aku hidup di Sukabumi, Jawa Barat.
Nanti akan ada tunjangan tersendiri jika ditempatkan di luar Jawa.
Pengeluaranku hanya untuk makan dan rokok, sementara mess sudah disediakan.
Di pekerjaan sebelumnya aku butuh biaya untuk sewa kos, makan, rokok dan lainnya.
Harus diakui makan di sana lebih murah, di sini sekali makan harus mengeluarkan uang lima belas ribu rupiah.
Di sini egaliternya terasa, bukan hanya melalui perkataan saja tapi juga tindakan kesehariannya.
Meskipun di sini ada tingkatan jabatan dari SE, admin, pelaksana, dan orang lapangan.
Kami menyadari bahwa kita sama-sama pekerja lapangan.
Terkait masalah libur, aku punya jadwal cuti selama seminggu setelah tiga bulan kerja.
Jadwal rutin kerjaku setiap hari selasa untuk rekapan upah dan laporan mingguan, di luar itu sifatnya kondisional.
Jika dibanding pekerjaan sebelumnya, ini jauh fleksibel.
Dulu pas hari raya idul fiti saja aku tidak merasakan libur, malah sibuk membuat berita hehehe.
Di sini waktunya tidur ya tidur, tak pernah kepikiran masalah pekerjaan, tak seperti sebelumnya.
Tapi pekerjaanku yang sebelumnya lebih dekat dari kampung halaman, di sini perlu seharian naik kendaraan umum jika mau pulang kampung.
Poinnya adalah setiap pekerjaan ada plus minusnya masing-masing tinggal kita pilih yang mana, Â hidup adalah pilihan.
Tapi setidaknya pilihlah yang gajinya lebih tinggi dan bisa menghargai pekerjaanmu dengan layak, karena dengan hal itu bisa lebih mensejahterakan hidupmu hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H