Mohon tunggu...
Muhammad Ryhan Aghani
Muhammad Ryhan Aghani Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya butiran debu di alam raya.

SAU♥️

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penafsiran dalam Hukum

8 Desember 2022   18:31 Diperbarui: 8 Desember 2022   18:37 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Jika menafsirkan secara liar tentunya hal ini akan memunculkan masalah dalam masyarakat karena dapat dianggap sebagai pembatasan kebebasan ilmu pengetahuan, namun jika membaca secara sistematis dalam ketentuan berikutnya dalam pasal tersebut tepatnya dalam ayat 6 telah melimitasi sebagai berikut "Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan".

Maka jika kita menafsirkan secara sistematis antara ayat dengan ayat tidak ada salah tafsir daripada ayat yang dipersoalkan.

Penafsiran Historis

Yaitu penafsiran yang menelaah dari sudut tujuan diadakanya ketentuan undang-undang tertulis, meliputi menelaah melalui sejarah hukum pembentukanya, melihat dari sudut historis masyarakat pada masa lampau dimana tempat terbentuknya undang-undang tertulis yang akan ditafsirkan. Penulis mencoba menggambarkan secara sederhana terkait denga penerapan metode penafsiran historis ini, Kejahatan kesusilaan, zina (overspel) yang diatur dalam Pasal 284 KUHP, misalnya. Dalam ketentuan pasal tersebut yang dianggap sebagai perbuatan zinah ialah apabila perbuatan persetubuhan dilakukan oleh orang yang telah menikan.

Sedangkan orang yang belum terikat pernikahan tidak dianggap sebagai perbuatan zina, dari sudut sejaranya KUHP di Indonesia tentu tidak dapat lepas dari konsep bangsa Eropa, dikarena KUHP saat ini merupakan turunan dari KUHP yang diterapkan di Negara Belanda maka hal yang wajar apabila cara pandang soal perzinahan mengalami perbedaan dengan konspe perzinahan yang ada di Indonesia sendiri. Maka dari  itulah dibutuhkan KUHP baru yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia.

Penafsiran Teleologis

Yaitu penafsiran terhadap ketentuan undang-undang dengan cara melihat tujuan yang melatar belakangi terbentuknya undang-undang tersebut, penulis mencoba menggambarkna secara sederhana terkait dengan penerapan metode penafsiran teleologis sebagai berikut, sering kita jumpai terkait dengan himbauan hukum di suatu taman berbunyi "dilarang menginjak rumput di taman ini" jika kita menafsirkan secara sembarangan tentu akan muncul anggapan bahwa duduk diatas rumput tidak di hukum.

Namun pada hakikatnya jika kita melihat dari segi tujuan dibentuknya aturan tersebut bertujuan untuk menjaga kualitas rumput yang ada dalam taman tersebut bukan hanya agar rumput tersebut tidak di injak oleh pengunjung, maka dari itu segala perbuatan yang berimplikasi atau berdampak pada rusaknya rumput di taman tersebut dilarang oleh si pembuat aturan.

Sekian dari saya, 'Salus Populi Suprema Lex Esto'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun