Yogyakarta sebagai representatif dari Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika benar-benar dijunjung tinggi. Multikulturalisme menjadi mata kuliah di tingkatan mahasiswa yang di implementasikan. Mahasiswa yang mengikuti kajian filsafat di Masjid Jendral sudirman sudah dicap westerneisme. Pemikiran yang menginginkan terjadinya perubahan dan pembentukan kembali sistem tatanan sosial secara menyeluruh disebut radikal.
Berawal dari belajar mengenai Haqiqi dan Majazi dengan Ustadz Tri dari Banda Aceh sarjana Sastra Arab UGM dilanjut diskusi singkat. ''saya dulu juga sempat mendaftar ke UIN Sunan Kalijaga, namun tidak boleh. Karena di UIN Sunan Kalijaga rektornya Bapak Yudian Wahyudi adalah rektor 2016-2020, lulusan universitas McGill mengenyam pendidikan di Kanada jurusan studi Islam.''
Begitupun bapak Makin rektor 2020-2024 juga menerima didikan Kanada dengan mengambil studi Islam. Banyak mahasiswa lulusan sarjana Islam mempunyai ambisi melanjutkan program magister di eropa. Mereka enggan untuk meneruskan pilihanya di timur tengah. Pola pikir di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dikenal oleh kebanyakan orang agak nyeleneh terutama dalam bidang agama.
Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan UIN Sunan Kaliijaga juga rata-rata mengangkat isu seputaran bias gender prespektif Islam. Dosen fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Abdul Aziz menulis Desertasi yang kontroversi berjudul ''Konsep Milk-Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual non marital'' untuk memperoleh gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga. Abdul Aziz menjalani ujian terbuka dan dinyatakan lulus tanggal 28 agustus 2019. Desertasi itu menerangkan memperbolehkan hubungan seks diluar tanpa perkawinan. Inilah nanti yang dijadikan dalih orang HTI bahwa impak belajar di luar negeri akan menjadi liberalisme, karena berguru dengan golongan kafir dan para orientalis.
Sehingga dari sinilah mahasiswa awalnya produk Islam belajar ke eropa mencoba untuk menyegarkan kembali pemahaman Islam. maka hukum Islam disini dijadikan penunjang pembangunan. Ibaratkan secara tegas Islam tidak memperbolehkan menikah beda agama, namun untuk menghindari hal tersebut, mereka bisa kawin lari ke Negara lain mencatatkan ke kantor catatan sipil diluar sana dan kemudian kembali lagi ke Indonesia.
Tahun 2018 rektor UIN Sunan Kalijaga bapak Yudian menerbitkan keputusan mengenai larangan bercadar bagi mahasiswi. Lantaran menurut hasil investigasi mahasiswi yang menggunakan cadar terindikasi paham radikal. Menolak Pancasila dan mengibarkan bendera HTI di wilayah kampus. Kita ketahui bahwa pemerintah mencabut status badan hukum organisasi tersebut tahun 2017. Namun secara ideologi kaffah mereka tetap ada dari halakah-halakah yang sering kita temui di Yogyakarta.
Mereka yang menggunakan cadar umumnya dipakai masyarakat timur tengah seperti Arab, Mesir, Syuriah. Stigma negatif juga sudah mengakar kuat di masyarakat menganggap cadar itu terorisme. Cadar juga dianggap sebagai bentuk fanatisme, berbagai spekulasi-spekulasi negatif terhadap mahasiswi yang bercadar. Ideologi UIN Sunan Kalijaga kampus menjunjung tinggi Islam moderat atau Islam nusantara. Mereka menganggap Islam Indonesia memiliki cara tersendiri dalam berislam.
Salah satu mahasiswa UIN Sunan Kalijaga bernama Hadfana Firdaus fakultas tarbiyah jurusan pendidikan bahasa Arab. Sebut saja HF menendang sesajen semeru yang mana menciderai inklusivitas dalam beragama. Sesajen ini untuk menjinakan gunung agar tidak murka, mencegah terjadinya celaka menimpah masyarakat tertentu. Hal sesajen ini termasuk perbuatan syirik, karena tidak termasuk memurnikah ajaran Allah.
Secara historis multikulturalisme muncul pada lembaga pendidikan tertentu di wilayah Amerika. Pendidikan disana diskriminasi etnis, hingga perkelahian antara berbeda etnis. Hal ini menjadi perhatian serius dari pemerintah. Sehingga muncul pendidikan multikulturalisme sebagai strategi pembelajaran. Pendidikan ini dirancang untuk menunjang konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan dan demokrasi. Begitu juga dengan pendidikan multikulturalisme Islam menghargai keragaman berdasarkan keragaman Al-Qur'an dan Hadis.
Suatu waktu ketika kajian filsafat bersama Dr. Fahrudin Faiz dosen Filsafat UIN Sunan Kalijaga. Pada saat sesi refleksi untuk bertukar ide dan gagasan. Ada mahasiswa bertanya, dia juga menyebutkan bahwa dari anggota HTI. Gerakan HTI ini sudah mengakar kuat terhadap kaum-kaum yang imanya lemah. Mereka mudah menyusupi dengan pemikiran-pemikiran radikal, membenturkan dengan sistem kapitalis kafir yang dianut demokrasi Indonesia saat ini.