Zelfbesturende Landschappen terkenal dengan kota yang mengagungkan budaya, terlihat dari primitifnya Toragan. Beraneka raga kesenian ditampilkan pada malam tirakatan. Kota yang mempunyai puluhan universitas serani hampir jumlah yang serupa dengan non serani. Toleransi disini sangat dijunjung tinggi, banyak kulit putih juga yang berkeliaran sekadar dolan melihat ukiran batu yang tak bernyawa.
Bapak tulus pernah mengatakan ''wali hari ini bukan cuman duduk, menahan lapar menunggu rezeki, tukang dungo. Bahkan studen uin notabene universitas Islam yang tidak mempunyai girah dakwah. Namun wali abad ke-22 ini itu dia yang kaya, mampu mendanai dakwah, memberikan lahan untuk pembangunan pondok, membangun TPQ, memberikan suplai beras setiap minggu itulah disebut wali modern.''
Peletak batu pertama kalimosodo ini dan pondok azzakiyah yang ada di Bambanglipuro. Berdirinya azzakiyah tak lain sebagai tameng penyebaran ajaran wali kembar dari inlander. Kenapa kota Zelfbesturende Landschappen terkenal dengan kota multikultural, jutaan studen dari berbagai pulau belajar disini.
Puluhan universitas serani, rumah sakit Elizabeth, pabrik gondang lipuro peninggalan yang masih kita bisa rasakan. Semua itu berkat wali joseph dan Julius, siapa sebenarnya huma ini?
Keluarga Schumtczer, nama seperti marga di Medan. Schumtczer memiliki pabrik gula Gondang Lipuro 1912. Sebuah pabrik besar, yang tebunya masih bisa kita lihat di Bambanglipuro. Namun pabriknya sudah menjadi museum karena dulu pernah dihancurkan oleh gerilyawan pribumi. Mereka takut inlander ini datang kembali dan menjajah masyarakat Bambanglipuro. Karena kewalianya membuat buruh terlena.
Keluarga schmutzer ini berasal dari pasangan Elise Karthaus dan Gottfied joseph Julius schmutzer. Sebenarnya ibunya wali kembar ini sudah menikah namun telah meninggal. Elise sudah duluan tinggal di Bambanglipuro, dengan mengganti namamnya Bereun. Ia beranjak ke Surabaya, kemudian menikah dengan Godreip Juli Schumtser seorang pengusaha inlander yg tinggal di Nusantara.
Karena perkawinan dengan Godreip mereka dikaruniai empat anak, diantaranya: pertama, Elise Anna Maria Schmuctzer lahir tahun 1881, kedua, Yoseph Ignaz Julius Maria Schmuctzer lahir tahun 1882, ketiga, Julius Robert Anton Maria Schmuctzer 1884, dan yang keempat, Eduart Ignas Wilheim Schmuctzer lahir tahun 1887.
Wali kembar ini awalnya menimbah ilmu di Politeknik Delft, Holland, kemudian mengamalkan ilmunya di Bambanglipuro. Yoseph dan Julius meneruskan pabrik gula miliki ayah tirinya yang bernama Stefanus Barends.
Awalnya pabrik gondang lipuro telah beridiri 1 september 1862. Awal kemajuan setelah di pegang oleh wali Yoseph dan Julius. Manurut Aritonang dan Steenbirk '' Sebagai penganut agama Katolik yang taat, Schmutzer bersaudara berusaha mendalami ajaran sosial serani.
Mereka bertekad untuk menerapkannya bukan di Eropa'', melainkan di Bambanglipuro. Dari pabrik inilah mereka bisa menjadi wali. Joseph dan Julius menyebarkan misinya dengan mendirikan 12 sekolah, irigasi, rumah sakit.
Tahun 1919 Yoseph menikah dengan Lucie Caroline Amelie Hedrikez. Yoseph aktif di IKP (Indische katholieke partij). Kalau sekarang kita kenal dengan PMKRI (Perhimpunan mahasiswa Katolik Republik Indonesia Yogyakarta). Perhimpunan ini diprakarsai oleh st. PK. Hardjasudirdja 1951.
Yoseph memiliki hubungan erat dengan Gereja-gereja londo. Kidul Loji merupakan gereja tertua di Yogyakarta beridiri 11 tahun setelah kelahiran Yoseph. Yoseph fokus untuk membangun sosial untuk melahirkan generasi seraninese yang kuat.
Tahun 1920 Julius menikah dengan Caroline van rijkkevorsel seorang perempuan yang taat pada serani. Karena sang istrilah Julius mengembangkan sayapnya hingga ke kota. Karena menurutnya cara memperbaiki dunia dengan mencapai kedamaian, keamanan, kesehatan dan kebahagian.
Prinsip pertama yang dipegang caroline, ia harus membela yang miskin dari pada yang kaya. Caroline mencoba membuat Julius untuk membahagiakan kaum buruh. Sehingga menimbulkan loyalitas yang tinggi. Julius fokus dengan istrinya untuk mengelola pabrik.
Banyak pribumi khusunya buruh yang beralih kepercayaan. Karena kewalian Julius dapat berdamai dengan hati dan pikiran mereka. Karena beberapa kebijakan yang Julius buat, seperti: membuat kontrak kerja yang sifatnya progresif dengan buruh serikat Tjipto Oetomo, kenaikan gaji setiap tahun 5%, dana pensiunan bagi janda perempuan. Berbeda dengan hari ini masa jabatan 5 tahun, ngakunya mewakili rakyat, namun menerimah dana pensiunan seumur hidup.
Kebijakan Julius lainya yakni fasilitas rumah dinas, libur 3 hari pada bulan ramadhan, 2 hari Idul Adha dan 2 hari peringatan kelahiran nabi Muhammad. Siasat inilah yang digunakan Julius dan Caroline untuk Zendeling. Sampai kalau kita menyusuri riwayat delpher itu tidak ditemukan riwayat keluarga schmuctzer.
Mereka sengaja tidak dimasukan nederlands indische suiker syindikat. Agar dapat mengembangkan misinya, dan alhasil terdapat 3 cabang pabrik mereka di kecamatan Kretek, Sanden, dan Pandak.
Dalam kesehatan tahun 1930 mereka membangun poliklinik sekarang menjadi Rs. St Elizabeth. Julius menggandeng HB VIll untuk membuka polikliniknya dan menggratiskan semua masyarakat pribumi yang mau berobat. Startegi zendeling inilah yang digunakan inlander untuk berkembang ditanah nusantara.
Tak hanya itu Julius mengandeng pengusaha lain untuk membangun Rs. Onderbogen atau sekarang yang dikenal dengan Rs. Pantirapih. Rs. Pantih Rapih terletak di kecamatan Gondonkusuman.
Setelah mendapat pelayanan kesehatan gratis dan kebahagiaan. Pada tanggal 16 April 1924, mereka membangun pusat keimanan yakni Gereja Hati kudus di Bambanglipuro. Pembangunanya di arsiteki oleh Th. Van Oyen. Pemberkatanya oleh Mgr. A. Van Velsen. Julius tahu bahwa mengubah pribumi konservatif tidak bisa secara langsung melainkan dengan akulturasi. Maka Gereja hati Kudus dibangun dengan corak jawa.
Akulturasi sangat kuat di kota Zelfbesturende Landschappen. Mereka membagi-bagikan beras kepada masyarakat pribumi agar mereka dapat diterimah dengan mudah. Tujuan pendidikan gereja harus berkontribusi pada kesadaran lingkungan.
Karena untuk membangun generasi seraninese harus ciptakan sosial perdamaian dilingkungan sekitar. Maka bisa kita sebut kewalian mereka dengan Pendeta. Karena secara finansial mereka punya, secara amal mereka kerjakan. Itulah mereka seorang zendeling yang tak bergelar.
Terlepas dari budaya etnis. Tumpuk kepemimpinan kota Zelfbesturende Landschappen dari HB VIII sampai ke X menjadikan harta inlander sebagai peninggalan.
Mereka berdua mencoba menunjuka kegagahan dan kekuatan bahwa satu-satunya sultan di Indonesia yang masih berdiri kokoh di daerah istimewah Ngayogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H