Mohon tunggu...
MUHAMMAD ADEFATULLAH
MUHAMMAD ADEFATULLAH Mohon Tunggu... -

MR. ASOY

Selanjutnya

Tutup

Money

Pendistribusian yang Benar dalam Islam

1 Maret 2019   13:37 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:07 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Dari Ma'mar ia berkata, Rasul SAW bersabda: barang siapa yang menimbun barang, maka Ia bersalah ( berdosa)" (HR.Muslim).

Maksud hadist diatas menjelaskan bahwa, kita sebagai distributor dilarang dalam menimbun-nimbun barang hanya demi cuan (keuntungan) yang besar. 

Penimbunan harta sangat dilarang oleh islam, karena perputaran harta itu merupakan keharusan. Dilarangnya  penimbunan harta sendiri tidak hanya memaksa harta yang ditimbun itu keluar dari peti (gudang) simpanannya melainkan juga menjamin alirannya kesaluran-saluran investasi sehingga akhirnya akan sampai kesaluran distribusinya yang alami.(Muhammad Sharif Chaudhry,2012: 107)

Hal ini juga ditegaskan dalam firman Allah SWT :

"...orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mandapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."(QS. At-Taubah[9]:34-35)

Inti dari larangan menimbun adalah karena dapat menghalangi dan membuntu beredarnya harta dimasyarakat dan menjadikan harta itu terkonsentrasi di tangan sedikit orang. Itu sama artinya dengan menjadikan harta itu tersia-siakan dan akibatnya menyengsarakan hidup banyak orang. Oleh karena itulah hukuman yang diancamkan kepada penimbun harta itu sangat pedih. 

Persoalan distribusi merupakan salah satu isu  ekonomi yang mendapat respons beragam dari para ekonom. Salah satu pendapat yang mengatakan bahwa problem utama ekonomi adalah produksi, sehingga distribusi sangat minim mendapat perhatian ekonom. Namun pendapat lain menjelaskan bahwa persoalan tersebut terletak pada masalah distribusi. Bahkan kesenjangan dan kemiskinan pada dasarnya muncul karena mekanisme distribusi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, bukan karena perbedaan kuat dan lemahnya akal serta fisik manusia sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan perolehan kekayaan.

Sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta, islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi sendiri. Salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan dalam pendistribusian harta. 

Rasulullah sangat menganjurkan agar umat islam mendistribusikan sebagai harta dan penghasilan mereka untuk membantu saudara-saudara mereka yang berkurangan dalam bidang ekonomi. 

Distribusi yang dimaksud Nabi terbagi menjadi dua jenis,yaitu distribusi barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai dan penyaluran sebagai harta kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai wujud solidaritas sosial.(Idri,2015: 132-133)  

 Tujuan distribusi:

  • Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
    Mengurangi ketidak samaan pendapat dan kekayaan dalam masyarakat.
  • Untuk menyucikan jiwa dan harta dari segala bentuk kotoran lahir ataupun batin.
  • Untuk membangun generasi yang unggul karena generasi muda merupakan penerus dalam sebuah kepemimpinan suatu bangsa.
  • Untuk mengembangkan harta dari dua sisi spritual dan ekonomi.
  • Untuk pendidikan dan mengembangkan dakwah islam melalui ekonomi.
  • Untuk terbentuknya solidaritas sosial dikalangan masyarakat.(Idri,2015: 147-149)

Prinsip-prinsip distribusi dalam ekonomi islam: 

  • Prinsip keadilan dan pemerataan 
  • Prinsip persaudaraan dan kasih sayang
  • Prinsip solidaritas sosial.(Idri,2015: 150-153)

Sektor-sektor distribusi pendapatan terbagi menjadi tiga bentuk:

  • Distribusi pendapatan sektor rumah tangga: pendapatan pada sektor ini tidak terlepas dari shadaqah. Shadaqah dalam terminology Al-Quran dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu; shadaqah wajibah dan nafilah. 
  • Distribusi pendapatan sektor negara: prinsip-prinsip ekonomi yang dibangun adalah nilai moral islam yang mencanangkan kepentingan distribusi pendapatan secara adil. Negara sendiri harus mampu mendistribusikan sumber daya yang ada dengan baik. Artinya, kesempatan tidak hanya diberikan kepada sekelompok tertentu saja. Kebijakan distribusi menganut kesamaan dalam kesempatan kerja, pemerataan kesejahteraan dan pemanfaatan lahan yang menjadi hak publik, pembelaan kepentingan ekonomi untuk kelompok miskin menjaga keseimbangan sosial dan investasi yang adil dan merata.
  • Distribusi pendapatan sektor industry: pendapatan pada sektor ini terdiri dari mudharabah, musyarakah, upah maupun sewa. Mudharabah merupakan bentuk kerja sama antara pihak pemodal (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) dengan sistem bagi hasil. Musyarakah merupakan kerja sama beberapa pemodal dalam mengelola suatu usaha dengan sistem bagi hasil.(Rozalinda,2017: 136)

Distribusi menurut hadist Nabi terdapat dua perbedaan yaitu, yang pertamadistribusi yang bersifat profit taking (untuk mendapatkan keuntungan) dan yang kedua non-profit taking (tidak untuk mendapatkan keuntungan).

Apabila distribusi yang pertama dimaksudkan agar dapat tersalurkannya barang-barang hasil produksi agar bisa dikonsumsi oleh masyarakat, dan yang mendistribusikannya mendapatkan keuntungan dari apa yang didistribusikannya. Sedangakan distribusi yang kedua adalah orang mendistribusikannya tidak mendapatkan keuntungan langsung, akan tetapi mendapatkan keuntungannya di akhirat kelak.

Kedua jenis distribusi tersebut sama-sama diperbolehkan oleh Rasulullah. Namun untuk distribusi jenis pertama terdapat pengecualian, misalnya rasulullah melarang penimbunan barang (ihtikar) dan tidak mendistribusikannya ke pasar.

Karena penimbunan barang biasanya dilakukan orang dengan sengaja agar bisa menjualnya ketika barang tersebut langka dengan harga yang lebih tinggi dengan yang ada dipasaran. Penimbunan disini sangat dilarang karena termasuk akivitas ekonomi yang mengandung kedzaliman dan berdosa.

Pembahasan tentang ditribusi sebenarnya tidak terlepas dari pembahasan tentang konsep moral ekonomi yang dianut juga model instrumen yang diterapkan oleh individu maupun oleh negara dalam menentukan sumber-sumber ekonomi ataupun tentang cara-cara tentang pendistribusiannya.(Mustafa Edwin Nasution,2010: 119)

Proses distribusi tersebut harusnya dapat menciptakan dapat menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan hak milik. Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, ada dua aspek penting yang dapat terlibat didalamnya, yaitu: lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi (channel of distribution/marketing channel) dan aktivitas yang menyalurkan arus fisik barang (physical distribution).(Syed Nawad Haider Naqvi,1981: 87)

Para ekonom konvensional berbeda pendapat tentang distribusi yang adil, berbagai macam pendapat tersebut antara lain:

  • Konsep egalitarian: setiap orang dalam kelompok masyarakat menerima barang dengan jumlah yang sama.
  • Konsep rawlsian: maksimalisasi untility orang yang paling miskin (the least well of person).
  • Konsep utilitarian: maksimalkan total untility dari setiap orang dalam kelompok masyarakat.
  • Konsep market oriented: hasil pertukaran melalui mekanisme pasar yaitu, yang paling adil.(Adiwarman Azhar Karim,2011: 224-233)

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, distribusi dalam ekonomi islam memiliki makna yang lebih luas dan juga mencakup tentang aturan kepemilikan dan sumber-sumber kekayaan.

Islam melarang perbuatan distribusi barang  jasa yang dilarang seperti bunga modal, dan bunga pinjaman yang termasuk riba. Selain itu seperti penimbunan barang hasil pencurian, khamar, bangkai, babi, dll.(Yusuf Al-Qardhawi,1999M: 80)

Ekonomi islam disini tidak mengingkari motif ekonomi itu sendiri, akan tetapi untuk mendapatkan laba/keuntungan dari hasil yang dilakukannya sebagaimana yang ada dalam sistem ekonomi konvensional. Hanya saja, agama islam disini mengarahkan keuntungan ekonomi yang sesuai dengan syari'at-syari'at islam. Karena apabila tidak sesuai dengan langkah ekonomi islam tersebut, maka akan dipastikan adanya kecurangan yang mengikuti langkah-langkah syetan dalam ekonomi tersebut. Sehingga hal tersebut bisa merugikan  orang lain. 

DAFTAR PUSTAKA :

  • Edwin, Mustafa Nasution,et. 2010. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: kencana
  • Idri. 2015. Hadist Ekonomi, Ekonomi dalam perspektif Nabi. Jakarta: Kencana.
  • Rozalinda. 2014. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasiannya pada Aktivitas Ekonomi. Depok: PT RajaGrafindo persada.
  • Sharif, Muhammad Chaudhry. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: kencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun