Mohon tunggu...
Muhammad Faizin
Muhammad Faizin Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Walisongo Semarang

Suka menulis berbagai cerita fiksi yang diikuti dengan Matematika analisis yang kuat sehingga menghasilkan banyak Imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menelusuri Kearifan Lokal: Dugderan Semarang sebagai Simbol Hadirnya Bulan Ramadan

11 Juni 2024   15:05 Diperbarui: 11 Juni 2024   15:15 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumentasi pribadi

Dalam buku 100 Tradisi Unik Indonesia karya Fatiharifah, Warak Ngendok merupakan binatang rekaan bertubuh kambing pada bagian kaki dengan kepala naga yang bersisik dan terbuat dari kertas warna-warni. 

Binatang ini juga dilengkapi dengan telur rebus yang disebut sebagai endog. Warak Ngendok berasal dari dua kata, yakni warok yang berasal dari bahasa Arab, yaitu waro'i yang berarti suci dan ngendhok dari bahasa Jawa yang artinya bertelur. Dari dua kata tersebut dapat diartikan bahwa siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di hari Idul Fitri.

Warak Ngendok memperlihatkan adanya perpaduan kultur Arab Islam, Jawa, dan Tionghoa sehingga memperlihatkan adanya bhineka tunggal ika atau persatuan yang harmonis antar etnis yang menciptakan kontak budaya yang lebih intensif sehingga memungkinkan terjadinya proses akulturasi. Konon menurut cerita warga, Warak Ngendok sudah hadir  sejak awal mula pendirian kota Semarang, sampai saat ini belum tau sejak kapan tepatnya mitologi ini ada, bahkan saat Ki Ageng Pandanaran mendirikan kota Semarang dan menjadi Bupati pertama kali, hewan mitologi ini sudah hadir di tengah masyarakat.

Menurut Wikipedia, Ki Ageng Pandanaran sendiri dikenal sebagai Raden Pandanaran, beliau putra dari Pangeran Suryo Panembahan Sabrang Lor, Sultan kedua Kesultanan Demak. Raden Pandanaran menolak tahta Demak karena lebih suka mendalami spiritualitas. 

Pendapat lain mengatakan bahwa beliau merupakan saudagar asing asal Arab, Turki, atau Persia yang meminta izin sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di daerah Pragota. Beliau menyiarkan agama Islam dengan memadukan unsur kebudayaan lokal untuk pertama kali kepada warga Semarang kuno kala itu. Dan sejak itu, Warak Ngendok terus dijadikan salah satu maskot kota Semarang.

Kembali ke Dugderan, meski tahun ini Dugderan diguyur hujan, tidak mengakibatkan sepinya antusias warga Semarang. Prosesi kirab Dudgeran tetap berlangsung meriah dan semarak. Dilansir website Pemerintah Kota Semarang, pada Sabtu, 9 Maret 2024 antusias masyarakat masih tinggi, dengan berbondong-bondong menyambut rombongan kirab dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Kauman dan Alun-alun Semarang.

Tidak hanya warga asli Semarang yang menikmati acara ini, wisatawan maupun mahasiswa dari berbagai daerah yang menempuh pendidikan di Semarang pun merasakan keseruan dari acara ini. Seperti beberapa mahasiswa prodi Matematika angkatan 2022 di UIN Walisongo, tepatnya kelas MAT-4A yang menghadiri perayaan Dugderan pada Kamis, 7 Maret 2024 yang dilaksanakan di Pasar Johar.

Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi

Menurut Prima, salah satu Mahasiswa MAT-4A "Dugderan kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya yang biasanya disertai dengan wahana, akan tetapi antusias masyarakat sekitar masih tinggi karena sudah menjadi budaya sebelum datangnya bulan Ramadan". "Ini kali pertamaku datang ke Dugderan, rasanya seru banget dugderan sama teman sekelas. Semoga tahun depan bisa ikut dugderan lagi" ungkap Maya, pengunjung Dugderan dari MAT-4A.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun