Namun, pendidikan karakter ini belum tersedia secara maksimal dalam ruang kurikulum pendidikan nasional. Pendidikan hari ini cenderung menempatkan tekanan yang besar pada aspek ekonomi, dengan mengukur kualitas para murid berdasarkan standar ekonomi yang mereka capai. Para murid dituntut untuk menjadi individu yang mampu menghasilkan pendapatan tinggi dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Dalam konteks ini, pendidikan karakter seringkali dikesampingkan atau minim dalam kurikulum.
Materi yang berkaitan dengan pendidikan karakter seringkali hanya dianggap sebagai pelengkap, bahkan seringkali diabaikan sama sekali. Fokus utama kurikulum lebih tertuju pada penyampaian pengetahuan akademis dan keterampilan teknis yang dianggap lebih relevan dalam mencapai kesuksesan ekonomi. Hal ini menyebabkan pendidikan karakter menjadi terpinggirkan, padahal karakter yang baik merupakan fondasi yang esensial bagi keberhasilan seseorang dalam kehidupan, baik dalam bidang akademis maupun ekonomi.Â
Dalam perspektif islam, istilah pendidikan sangat dekat dengan upaya pembangunan karakter. Jika pendidikan adalah upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka dalam perspektif islam, karakter adalah pondasi utama yang harus dibangun terlebih dahulu. Dalam islam, istilah pendidikan terepresentasi dalam empat hal, yaitu tarbiyah, ta'lim, ta'dib, dan tazkiyah.Â
Tarbiyah adalah proses pendidikan yang berorientasi pada pemeliharaan dan pengembangan karakter takwa yang dapat termanifestasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini tentu didasarkan pada fitrah seharusnya manusia yang tercantum dalam Q.S Ar Ruum ayat 30:
Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
 Selanjutnya, ta'lim adalah upaya untuk mengajarkan nilai-nilai karakter yang harus dimiliki serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan hubungan dengan Allah, sosial, dan alam. Konteks ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Q.S Al Baqoroh ayat 151:
 Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat kepadamu), Kami pun mengutus kepadamu seorang Rasul (Nabi Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah (sunah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.
 Setelah mengajarkan nilai-nilai, pendidikan bertugas untuk membentuk karakter yang beradab. Hal ini disebut dengan ta'dib, yang prosesnya harus mengajarkan karakter-karakter positif berbasis kesadaran dan potensi yang telah milikinya. Jika hal ini terus berjalan semestinya, maka akan masuk kepada proses yang dinamakan tazkiyah. Proses ini berorientasi pada upaya menciptakan manusia yang berakhlak dan berkarakter yang mampu mengaktualisasikan potensi dan nilai-nilai kebaikan yang ada dalam dirinya.
 Dalam pembentukan karakter, peran pendidikan tidak hanya terbatas pada lingkup formal di sekolah, tetapi juga meluas ke ranah non formal, khususnya dalam keluarga. Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam membangun karakter para pelajar, karena lingkungan keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana nilai-nilai moral dan etika diajarkan dan ditanamkan.
 Meskipun pendidikan formal di sekolah memegang peran dalam menyampaikan pengetahuan akademis dan keterampilan teknis, pendidikan karakter yang terjadi di lingkungan keluarga tidak boleh diabaikan. Bahkan, pendidikan karakter di keluarga seringkali memiliki dampak yang lebih mendalam dan langgeng, karena dilakukan secara kontinu sepanjang kehidupan.
 Keluarga menjadi tempat di mana anak-anak pertama kali belajar tentang nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, toleransi, dan empati. Ini adalah nilai-nilai yang akan membentuk dasar kepribadian mereka dan membimbing perilaku mereka sepanjang hidup. Oleh karena itu, sinergi antara pendidikan formal di sekolah dan pendidikan karakter di keluarga menjadi sangat penting.