Mohon tunggu...
Lukasyah
Lukasyah Mohon Tunggu... Freelancer - Catatan Sebelum Mati

Not Lucky Bastard

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Tak Kasat Mata, Tulisan Menjadi Senjata

10 Maret 2024   12:56 Diperbarui: 10 Maret 2024   12:56 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Inilah kondisi yang saya sebut dengan perang tak kasat mata, atau dalam bahasa lain sering disebut sebagai perang pemikiran (Ghawzul Fikri). Dalam kondisi ini, pertarungan ide dan gagasan akan menjalar melalui tulisan-tulisan, argumentasi, propaganda, dialog dan perdebatan. Sasarannya bukan terhadap infrastruktur suatu negara, tapi terhadap suprastruktur bangsa, utamanya terhadap para penyelenggara negara dan rakyatnya. 

Sekarang ini, sering kali kita melihat pemberitaan bahwa penyelenggara negara yang melakukan tindakan-tindakan yang melanggar nilai-nilai etika dan moral. 

Perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sudah menjadi hal yang lumrah dalam proses penyelenggaraan negara. Selain itu, masalah seperti pejabat yang berbuat mesum, melakukan tindakan perzinahan, bahkan tindak pembunuhan sudah menjadi fenomena yang sering dijumpai. Jika dikupas tuntas, tentu masalah penyelenggaraan negara tidak akan cukup dituliskan disini.

Namun, menariknya, kondisi ini seakan menjadi hal yang biasa. Terjadi pemakluman-pemakluman yang dilakukan terus-menerus sehingga fenomena ini bukan menjadi hal berbahaya yang harus dikhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh nilai yang multi standar yang mengarah kuat kepada nilai subjektifisme. Tentu hal ini bukan terjadi secara sim salabim, kebetulan tanpa sebab.

Seperti yang sudah dibahas diawal tadi, ide dan gagasan dapat membentuk suatu entitas kultural, termasuk terhadap hubungan penyelenggara negara dan masyarakatnya. Fenomena tersebut dibangun atas suatu ide dan gagasan yang secara disengaja oleh penawarnya, lalu terus digulirkan hingga mengikis suatu nilai yang eksis di masyarakat. 

Dalam konsep post modernisme, inilah dunia tanpa tanpa titik batas, tidak ada titik pusat yang mengontrol segala sesuatu, seperti nilai, norma, aturan, hingga agama dan tuhan. Tidak ada standar umum yang dapat dipakai untuk mengukur, menilai atau mengevaluasi konsep-konsep dan gaya hidup tertentu.

Kondisi menyebabkan manusia (penyelenggara negara) tidak peduli terhada reward dan punishment. Kepentingan pribadi yang subjektif diatas segalanya, mengalahkan ketentuan dan aturan yang dibuat oleh Tuhan. Manusia-manusia ini, tidak takut tergoda oleh reward (pahala/sugra) dan punishment (dosa/neraka) yang abadi (akhirat). 

"Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat"

 (Q.S Al Baqoroh: 7)

Bagi seorang muslim, pendiaman adalah sama dengan membiarkan pelanggaran, kerusakan, kedzaliman, kemaksiatan semakin merajalela. Bahkan, ketika melihat hal ini terjadi, dan hanya berdiam saja, Allah SWT akan tidak memandang seseorang.

"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun