Ha ha
Menertawakan luka tanpa harus berkata-kata. Cukup dengan, ha... ha...
Selaras dengan puisi di atas perkataan Henri Bergson bahwa "tertawa itu berpihak". Kembali lagi kepada pembahasan "penguasa tongkrongan", hanya orang-orang seperti merekalah yang bisa mengendalikan kemudi tertawa dan tertawa selalu berpihak kepadanya. Orang lain hanya sebagai pengiring jokes yang mereka buat, tidak banyak ruang hak melawak yang diberikan, semuanya terserah kepada penguasa tongkrongan.
Lebih parahnya lagi, keputusan lucu dan tidaknya perputaran humor di meja itu seakan-akan ditentukan dengan gelak tawa sang bos tongkrongan. Dan hal yang serupa, entah mengapa teman-teman di samping kita mengamini perbuatan tersebut, tidak ada yang berani menentang, menyangkal, dan sebagainya. Padahal korban dari sistem tongkrongan seperti ini sangat banyak, seumpamanya terjadi kepada kalian, ketika membuat jokes dan si bos tongkrongan ini tidak suka bahkan dia mengatakan "ah gak lucu gak lucu, jokes bapak-bapak" siapa sih rasanya yang tidak kesal kalau diperlakukan seperti itu.
Sumpah sebel banget gak sih, yang awalnya ingin tongkrongan menjadi rame dengan kelakar yang kita buat, eh malah kita sendiri yang dijadikan bahan lawak. Tidak hanya sampai di situ, ketika ingin membuat lelucon lagi pasti ada saja yang celetukan "nah mau ngelawak lagi nih, entar gak lucu", siapa coba yang bakal tahan dengan tongkrongan kaya ini.
Memangnya kita hadir hanya sebagai instrumen saja, yang harus mengikuti skrip skenario film perkopian yang seakan-akan telah disiapkan oleh bos tongkrongan.
Coba kita rubah kebiasaan seperti ini, tongkrongan semi psikopat yang marak terjadi dan dimaklumi tanpa ada rasa bersalah. Menjadi budaya perkopian, di mana semua anggotanya boleh dan bebas menyuarakan kelucuannya masing-masing tanpa harus ada wasit yang menghakimi mana kelakar yang lucu dan yang tidak.
Pasti perkopian seperti itu sangat asik dan anggotanya tidak akan ada bosan-bosannya buat datang untuk ikut nimbrung, bertolak belakang dengan tradisi yang lama, membuat anggotanya jera bahkan trauma hadir di tengah orang-orang yang selera humornya memiliki kelainan.
Niat awal seseorang nongkrong adalah mencari ketenangan, maka kabulkan kemauan mereka, yaitu dengan dipenuhinya hak yang seharusnya didapatkan dalam sebuah perkumpulan. Yaitu hak dalam melawak salah satunya, ya... meskipun dengan lawakan kita hanya mendapatkan ketenangan sekilas saja, setidaknya masih dapat merasakan, dari pada tidak sama sekali.
Karena besar manfaatnya bagi kesehatan ketika jiwa dalam keadaan tenang. Ketenangan sendiri didefinisikan sebagai sebuah situasi tenteram yang dapat mengikis tekanan dan juga menjamin peningkatan kesehatan (Wolfradt, Oemler, Braun, & Klement, 2014).
Yang penting jangan lupa bahagia sebab dengan bahagia jiwa akan terasa tenang, meskipun Mbah Nun pernah berkata Ketenangan seperti apa lagi yang kau cari, jika orang mati saja masih didoakan agar tenang.