Intan seorang siswi sekolah menengah atas di ujung barat Indonesia, Banda Aceh, harus berjalan kaki berkilo-kilometer untuk bersekolah. Perjalanan hampir satu jam harus ia tempuh karena jarak sekolah yang jauh dan keterbatasan biaya untuk menggunakan alat transportasi.
Mirisnya, Intan bukanlah satu-satunya. Banyak siswa lain di Aceh Barat juga menghadapi kesulitan yang sama. Mereka harus menyeberangi sungai dengan jembatan tali dan rakit karena belum adanya akses jalan atau jembatan yang memadai.
Kondisi memprihatinkan ini ternyata tidak hanya dialami oleh generasi penerus bangsa di daerah tertentu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar empat juta anak yang tersebar di wilayah Indonesia tidak bersekolah. Faktor-faktor seperti tingkat kemiskinan, pekerja anak, ketimpangan akses pendidikan, serta kesenjangan antarwilayah menjadi penyebab utama. Selain itu, kompetensi tenaga pengajar dan proses digitalisasi (disrupsi) juga masih menjadi isu pelik dalam dunia pendidikan.
Menurut hasil penelitian bertajuk Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Indonesia berada di peringkat ke-13 terbawah dari 81 negara yang berpartisipasi. Penelitian yang dirilis pada Desember 2023 tersebut diselenggarakan sebagai inisiatif global untuk memberikan gambaran holistik kualitas pendidikan suatu negara pada level internasional.
Tidak hanya masalah pendidikan, Indonesia harus menelan pil pahit karena data Kementerian Kesehatan tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 5 anak Indonesia menderita stunting. Stunting, menurut World Health Organization (WHO), adalah gangguan perkembangan pada anak akibat gizi buruk, terserang infeksi berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Laporan dari United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, stunting dapat mengganggu perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan metabolisme tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang, penderita stunting mudah terserang penyakit kronis yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan kualitas kerja.
Di sisi lain, pendidikan dan kesehatan merupakan komponen utama dalam pilar pembangunan manusia. Pilar ini merupakan salah satu dari empat pilar yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mencapai visi Indonesia emas 2045. Dikutip dari situs Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), visi ini menargetkan Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, serta menjadi salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Melihat berbagai fenomena dan tantangan yang dihadapi, mampukah Indonesia menggapai cita-cita hebat dan mulia tersebut?
Asa di Balik Kontribusi Pajak
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia sedang menghadapi berbagai gejolak dan tantangan. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab menyelesaikan isu-isu ini?
Sesuai amanah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah memiliki kewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Maka, tidak keliru apabila rakyat menuntut peran pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan nasional.
Faktanya, dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai tujuan nasional, pemerintah setiap tahunnya merancang instrumen ampuh bernama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sekitar 80 persen pendapatan di dalam APBN bersumber dari pajak yang kemudian dibelanjakan untuk keperluan negara dan kemakmuran rakyat. Pajak menjadi harapan bagi Indonesia untuk mengatasi berbagai masalah dengan menjadi tulang punggung yang membiayai dan mendukung kebijakan pemerintah.
Mengacu pada buku informasi APBN tahun 2024, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Komitmen pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN telah dijaga sejak tahun 2009. Dana sebesar 665 triliun juga telah dianggarkan untuk pendidikan pada tahun 2024. Angka ini terus tumbuh dari tahun ke tahun, dimanfaatkan untuk peningkatan akses pendidikan, kualitas sarana prasarana, kompetensi guru, beasiswa, dukungan riset, serta berbagai kebutuhan lainnya guna merespons tantangan yang dihadapi.
Sementara pada sektor kesehatan, Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2009 mengamanatkan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN. Selama ini, pemerintah telah berupaya memperbaiki kualitas sektor kesehatan secara berkelanjutan. Dana yang digelontorkan bahkan melebihi 5 persen APBN sejak tahun 2016, khususnya untuk penanganan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 sampai 2023.
Pada tahun 2024, anggaran kesehatan sebesar 187,5 triliun telah diarahkan untuk akselerasi penurunan stunting dan penguatan sistem kesehatan melalui transformasi kesehatan yaitu transformasi layanan primer dan rujukan, fasilitas dan teknologi kesehatan, serta ketahanan kesehatan.
Dapat dikatakan bahwa komitmen pemerintah dalam penguatan kualitas SDM melalui pendidikan dan kesehatan yang tertuang di APBN selaras dengan kebutuhan Intan serta para generasi muda lainnya. Upaya ini memberikan secercah harapan agar mereka tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang unggul, produktif, serta berdaya saing.
Menariknya, selain menopang sektor pendidikan dan kesehatan, pajak di dalam APBN juga membiayai sektor fundamental seperti perlindungan sosial, fasilitas umum, pertahanan, keamanan, pelayanan umum, keagamaan, pariwisata, dan lain-lain.
Namun, pada akhirnya kita harus menyadari bahwa sesuai definisi dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak yang selama ini berkontribusi bagi Indonesia bersumber dari para pembayar pajak itu sendiri. Pajak yang dikelola pemerintah bak jembatan yang menghubungkan impian dengan kenyataan, sedangkan pembayar pajak adalah arsitek yang membangun jembatan tersebut.
Partisipasi aktif seluruh elemen pembayar pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan yang berkolaborasi dengan keseriusan pemerintah, akan menjadi kunci sukses bagi Indonesia dalam menggapai visi Indonesia emas 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H