Mohon tunggu...
Muhammad RayhanSafhara
Muhammad RayhanSafhara Mohon Tunggu... Konsultan - Pegawai Negeri Sipil

Penyuluh Pajak, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Secercah Harapan Menuju Indonesia Emas 2045

21 Juni 2024   10:16 Diperbarui: 21 Juni 2024   10:23 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Intan seorang siswi sekolah menengah atas di ujung barat Indonesia, Banda Aceh, harus berjalan kaki berkilo-kilometer untuk bersekolah. Perjalanan hampir satu jam harus ia tempuh karena jarak sekolah yang jauh dan keterbatasan biaya untuk menggunakan alat transportasi.

Mirisnya, Intan bukanlah satu-satunya. Banyak siswa lain di Aceh Barat juga menghadapi kesulitan yang sama. Mereka harus menyeberangi sungai dengan jembatan tali dan rakit karena belum adanya akses jalan atau jembatan yang memadai.

Kondisi memprihatinkan ini ternyata tidak hanya dialami oleh generasi penerus bangsa di daerah tertentu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar empat juta anak yang tersebar di wilayah Indonesia tidak bersekolah. Faktor-faktor seperti tingkat kemiskinan, pekerja anak, ketimpangan akses pendidikan, serta kesenjangan antarwilayah menjadi penyebab utama. Selain itu, kompetensi tenaga pengajar dan proses digitalisasi (disrupsi) juga masih menjadi isu pelik dalam dunia pendidikan.

Menurut hasil penelitian bertajuk Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Indonesia berada di peringkat ke-13 terbawah dari 81 negara yang berpartisipasi. Penelitian yang dirilis pada Desember 2023 tersebut diselenggarakan sebagai inisiatif global untuk memberikan gambaran holistik kualitas pendidikan suatu negara pada level internasional.

Tidak hanya masalah pendidikan, Indonesia harus menelan pil pahit karena data Kementerian Kesehatan tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 5 anak Indonesia menderita stunting. Stunting, menurut World Health Organization (WHO), adalah gangguan perkembangan pada anak akibat gizi buruk, terserang infeksi berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Laporan dari United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, stunting dapat mengganggu perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan metabolisme tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang, penderita stunting mudah terserang penyakit kronis yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan kualitas kerja.

Di sisi lain, pendidikan dan kesehatan merupakan komponen utama dalam pilar pembangunan manusia. Pilar ini merupakan salah satu dari empat pilar yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mencapai visi Indonesia emas 2045. Dikutip dari situs Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), visi ini menargetkan Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, serta menjadi salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Melihat berbagai fenomena dan tantangan yang dihadapi, mampukah Indonesia menggapai cita-cita hebat dan mulia tersebut?

Asa di Balik Kontribusi Pajak

Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia sedang menghadapi berbagai gejolak dan tantangan. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab menyelesaikan isu-isu ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun