Mengingat bahwa mereka yang kesepian sudah secara tidak proporsional berada dalam kondisi yang lebih buruk secara finansial, komersialisasi sangat mengganggu. Seperti yang diutarakan oleh salah satu partisipan dalam penelitian skripsi saya mengenai hubungan antara neoliberalisme dan "epidemi kesepian" hari ini, "Sepi rasanya ketika melihat semua orang hang out sambil berbelanja di mal atau ngopi di kafe, sementara aku bahkan tidak mampu untuk membeli makan malam."
Harapan untuk Badan Bank Tanah
Sejak dibentuk pada tahun 2021, Badan Bank Tanah telah menunjukkan best practices dalam setiap tujuan pokok yang ditetapkan: kepentingan umum, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, reforma agraria, konsolidasi lahan, dan kepentingan sosial. Dalam hal kepentingan umum, Badan Bank Tanah telah bekerja sama dengan Kementerian PUPR dan beberapa pihak swasta untuk menyediakan perumahan layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Guna kepentingan pembangunan nasional, Badan Bank Tanah telah mengalokasikan lahan seluas 347 Ha untuk pembangunan Bandara VVIP dan 150 Ha untuk Jalan Tol Seksi 5B di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Di Kabupaten Tabanan, Bali, Badan Bank Tanah telah berkontribusi pada pengembangan wisata dan karenanya pemerataan ekonomi melalui penyediaan tanah.
Di bidang reforma agraria, Badan Bank Tanah telah mengalokasikan lahan seluas 1.873 Ha di Penajam Paser Utara, 1.550 Ha di Poso, dan 203 Ha di Cianjur. Khusus di Poso, sebagian dari luas lahan tersebut diproyeksikan akan menjadi peternakan modern untuk sapi perah dan sapi potong.
Dari semua praktik terbaik tersebut, saya berharap lebih terhadap kepentingan sosial. Meskipun proyek-proyek sebelumnya memiliki manfaat sosial yang signifikan, "kepentingan sosial" dalam arti sebenarnya masih menjadi tujuan sekunder yang mendampingi motif ekonomi. Dengan kata lain, kepentingan sosial hadir secara implisit dan belum menjadi pendorong utama.
Pembangunan bandara dan jalan tol, misalnya, dapat dianggap melayani kepentingan sosial karena proyek tersebut menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan aksesibilitas antar wilayah. Namun, keduanya tidak mewakili kepentingan sosial dalam bentuknya yang paling murni, yaitu berfokus pada pemenuhan kebutuhan sosial-emosional secara langsung, membina kohesi sosial, dan memberdayakan masyarakat setempat.
Pembangunan ruang publik terbuka, di antaranya, dapat memenuhi tujuan semacam itu. Seperti katalis kimia, ruang publik terbuka merupakan tempat semua "atom" sebuah metropolis berkumpul, saling bereaksi, dan menghasilkan energi.
Studi yang dilakukan oleh Daniel Cox dan Ryan Streeter dari American Enterprise Institute menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan dengan ketersediaan ruang publik terbuka yang memadai lebih mungkin untuk berinteraksi setiap hari dengan orang lain, lebih bersedia membantu tetangga, lebih percaya kepada pemerintah daerah, dan lebih kecil kemungkinannya merasa terisolasi dari orang lain dibandingkan penduduk di daerah lainnya dengan sedikit ruang publik terbuka.
Demikianlah, saya amat berharap bahwa Badan Bank Tanah akan memprioritaskan penyediaan dan pemanfaatan lahan untuk membangun ruang publik terbuka pada proyek-proyek berikutnya.
Di tengah hiruk-pikuk dunia hari ini, signifikansi tempat-tempat seperti itu tidak dapat dilebih-lebihkan. Sebagaimana disimpulkan oleh studi Achmad Delianur dan Wahyuni Zahrah mengenai persepsi masyarakat terhadap ruang publik terbuka di Medan, "Masyarakat mempersepsikan ruang publik terbuka dengan baik dan terus menggunakannya secara intensif... tidak peduli seberapa buruk kualitasnya."
Tanpa "ruang keluarga" yang menyatukan kita, tidak dapat dipungkiri bahwa kita akan semakin tersekat dan kesepian.