Sederhananya lagi, bias ini terjadi saat kita mengambil kesimpulan berdasarkan pada mereka yang "selamat" dan mengabaikan sisanya. Terkadang itu berarti kita hanya berfokus pada yang hidup daripada yang mati, atau pada pemenang ketimbang pecundang, atau pada kesuksesan alih-alih kegagalan.
Dalam kasus Wald, militer berfokus pada pesawat yang berhasil pulang dan nyaris membuat keputusan buruk karena mengabaikan pesawat yang sebenarnya paling membutuhkan lapis baja tambahan, yaitu pesawat-pesawat yang gugur selama bertugas.
Tentu, mudah untuk melihat ke belakang dan menyadari betapa bodohnya kesalahan seperti itu. Namun, ketika kesalahan tersebut berada di pelupuk mata kita sendiri, kita jarang sekali menyadarinya. Kita tetap melakukannya dalam banyak kesempatan, terutama jika kita bukan ahli matematika yang handal seperti Wald.
Atau, sebenarnya tidak juga.
Dalam bukunya yang luar biasa "Fooled By Randomness", Nicholas Taleb mengamati bahwa survivorship bias sudah menjadi hal yang kronis bahkan (atau mungkin terutama) di kalangan profesional. Mari saya ceritakan satu contoh kesukaan saya, sebuah kisah yang, sebagai bagian dari dunia akademik, sangat rentan saya lakukan.
Sebuah penelitian tahun 1987 melaporkan bahwa kucing yang terjatuh dari lantai enam atau lebih rendah cenderung mengalami cedera yang lebih parah daripada kucing yang terjatuh dari lantai yang lebih tinggi. Para dokter hewan menyebutnya "high-rise syndrome", kasus ketika kucing mengalami cedera akibat terjatuh dari bangunan yang lebih tinggi dari lantai dua.
Para peneliti memperkirakan bahwa keanehan itu terjadi karena kucing mencapai kecepatan akhir setelah jatuh dari lantai lima atau lebih. Selanjutnya, mereka dapat meluruskan diri dan menjadi rileks, terjun membentang seperti halnya tupai terbang. Spekulasi ini segera diterima secara luas sebagai fakta.
Namun, pada tahun 1996, sebuah kolom dalam surat kabar The Straight Dope menawarkan penjelasan lain: survivorship bias. Cecil Adams, penulis kolom tersebut, mengatakan bahwa penelitian itu hanya didasarkan pada kucing yang dibawa ke rumah sakit. Masalahnya, kucing yang mati akibat terjatuh dari lantai enam ke atas tidak dibawa ke rumah sakit.
Mereka mungkin langsung dikubur atau, lebih buruknya, dibawa ke tempat sampah. Dengan kata lain, kucing yang sudah mati karena terjatuh dari lantai 20 tidak dibawa ke ruang gawat darurat dan karenanya pihak rumah sakit tidak pernah diberitahu. Alhasil, kucing yang mati saat jatuh dari lantai yang lebih tinggi tidak dilaporkan dalam penelitian tersebut.
Hal itu dapat membuat statistik menjadi tidak akurat, seolah jatuh dari jarak yang sangat jauh terlihat lebih aman daripada yang sebenarnya. Faktanya, sebuah penelitian tahun 2004 telah membantah statistik tersebut, membuktikan bahwa kucing yang jatuh dari lantai tujuh atau lebih tinggi mengalami cedera yang lebih parah.
Jadi, tolong, jangan iseng mendorong kucing Anda dari lantai 20.