Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saatnya Kesepian Menjadi Prioritas Kebijakan Publik

20 November 2023   06:30 Diperbarui: 20 November 2023   18:54 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WHO baru-baru ini mendeklarasikan kesepian sebagai ancaman kesehatan global yang mendesak | Ilustrasi oleh Rosy via Pixabay

Kita semua kesepian saat ini dan, sampai batas tertentu, setidaknya sedih dan picik.

Berikutnya saya akan menunjukkan betapa besarnya ancaman kesehatan, termasuk ekonomi dan politik, yang dipicu oleh kesepian. Saya berpikir bahwa kita, seperti beberapa negara lain, harus mulai memperlakukan kesepian sebagai prioritas kebijakan publik.

Kebutuhan sosial adalah hak asasi manusia, dan kekurangan sosial adalah ketidakadilan.

Mengapa kesepian harus menjadi isu publik?

Secara umum, kesepian adalah semacam kesusahan yang dirasakan orang ketika kenyataan gagal memenuhi hubungan sosial yang diharapkan. Kesepian tak sama dengan kesendirian. Orang yang menyendiri belum tentu kesepian, dan sebaliknya.

Dalam dosis kecil, kesepian biasanya terasa seperti rasa lapar atau haus, sebuah sinyal yang sehat bahwa kita kehilangan sesuatu dan mencari apa yang kita butuhkan. Namun, kesepian kronis bukan hanya lebih menyakitkan, tapi dampaknya juga lebih menjalar.

Rasanya memalukan dan mencemaskan, punya konsekuensi fisik yang terjadi tanpa terlihat. Itu merambat ke mana-mana, dingin seperti es dan sejernih kaca, mengurung dan menelan. Singkatnya, kesepian adalah kondisi korosif dengan konsekuensi serius.

Kesepian yang berkepanjangan membuat kita berisiko lebih tinggi mengalami kekhawatiran, depresi, dan bunuh diri. Lebih dari itu, kesepian juga mengancam kesehatan fisik: gangguan fungsi kekebalan tubuh, penyakit jantung, stroke, peningkatan tekanan darah.

Penelitian terkenal bahkan menemukan bahwa dampak kesepian terhadap risiko kematian dini setara dengan merokok 15 batang setiap hari. (Sekadar cerita, kebanyakan teman saya justru merokok ketika merasa kesepian.)

Ancaman-ancaman mematikan tersebut dapat menjadi salah satu alasan mengapa kesepian harus dipertimbangkan untuk masuk ke dalam agenda kebijakan publik. Tapi, mari kita periksa lebih dalam lagi. Saya akan menambahkan tiga alasan.

Pertama, kesepian masih sangat kental oleh stigma. Masyarakat kita, sama seperti masalah kesehatan mental lainnya, masih melihat kesepian sebagai topik yang tabu. Kita sering mengasosiasikan kesepian dengan kelemahan diri, semacam aib pribadi.

Alhasil, kebanyakan orang yang sedang berjuang menghadapi kesepian tak menceritakannya dan bahkan kesulitan untuk sekadar mengakui pada dirinya sendiri bahwa mereka kesepian. Persoalannya, kesenyapan ini menjadikan masalah kesepian semakin parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun