Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pedihnya Kesepian di Tengah Keramaian Kota

14 November 2023   19:10 Diperbarui: 15 November 2023   10:06 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesepian di kawasan perkotaan adalah realitas yang terus berkembang | Ilustrasi oleh Masashi Wakui via Pixabay

Dengan dinamika yang begitu cair, sulit untuk membentuk kelompok pertemanan yang solid dan awet. Belum lagi jika kita mempertimbangkan salah satu alasan utama orang bermigrasi ke kota: kemandirian.

Orang-orang ini mengejar peluang kerja yang lebih besar. Kota juga menawarkan kebebasan yang lebih besar untuk mengukir identitas diri seseorang, dan kita diberitahu bahwa dengan hidup mandiri dan bebas, hidup akan terasa menyenangkan.

Namun, jauh dari keluarga, teman atau sahabat lama, kota turut membuat orang kehilangan sistem pendukungnya. Mereka secara keliru menyamakan antara mandiri dan terisolasi, dan akibatnya hidup yang mandiri bagi mereka adalah hidup yang sepi.

Kita telah melihat bagaimana kebutuhan akan privasi semakin meningkat dan toleransi pada kompromi terus berkurang. Komunitas dan struktur keluarga kita juga telah berubah dengan runtuhnya keluarga besar dan meningkatnya keluarga inti serta orang-orang lajang.

Sayangnya, tak ada data pemerintah yang merekam fenomena ini.

Kedua, kehidupan urban tak dibangun berdasarkan rasa kebersamaan, melainkan hubungan impersonal. Kita bisa melihat ini dari kecenderungan orang untuk mengenyahkan basa-basi sosial saat berada di tengah kerumunan orang banyak.

Kita takut terjebak dalam kecanggungan, jadi kita menghindari obrolan ringan atau bahkan sekadar "hai" kepada orang di sebelah kita saat naik kereta atau bus. Kita berjanji akan balik menyapa jika disapa duluan, tapi, lucunya, orang lain juga berpikir seperti kita.

Hasilnya, masing-masing dari kita saling menunggu atau tidak sama sekali.

Saya pikir hal-hal "kecil" seperti itu merupakan salah satu alasan mayor mengapa penduduk kota sangat mudah untuk merasa tak dibutuhkan ketika dikelilingi oleh jutaan orang. Tanpa kedekatan apa pun, kerumunan tak ada bedanya dengan ruangan kosong.

Di desa kecil, jika rumah tetangga terbakar, Anda adalah orang pertama. Di kota, ada ribuan orang lain yang memiliki posisi serupa dengan Anda, entah menelepon pemadam kebakaran atau mengambil ember untuk memadamkan api.

Apinya memang sama-sama padam, tapi kecil sekali kemungkinan Anda merasa istimewa di lingkungan perkotaan. Anda hanyalah satu dari ribuan orang yang kebetulan tinggal di dekat situ. Tanpa Anda, pemilik rumah yang terbakar tak akan keberatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun