Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tak Apa-apa untuk Menjadi (Sedikit) Melankolis

8 November 2023   06:30 Diperbarui: 8 November 2023   14:25 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melankolis adalah spesies kesedihan menenangkan yang muncul sebagai pengakuan bahwa hidup itu sulit | Ilustrasi oleh StockSnap via Pixabay

Kita kecanduan kebahagiaan. Telusuri saja internet, toko buku, dinding kafe, atau mural jalanan; kita akan melihat sesuatu tentang cara menjadi bahagia. Bahkan beberapa darinya menjanjikan kita kebahagiaan hanya dalam tiga langkah atau sekian menit.

Saya khawatir bahwa budaya kita yang terlalu menekankan kebahagiaan ini akan menjadi suatu bumerang tersendiri bagi kita semua. Bagaimana jika seluruh nasihat ceria ini hanya semakin membuat kita tak mampu? Faktanya memang begitu.

Dengan mengorbankan kesedihan, tergopoh-gopoh ingin "mengobatinya", atau menyangkal keabsahannya sama sekali, saya khawatir kita melupakan bagian utama dari kehidupan yang utuh. Saya akhirnya khawatir bahwa kita menjadi alergi pada melankolia.

Baca juga: Melankolis

Apa yang terjadi pada keanggunan melankolis, yang selama prosesnya memerlukan refleksi semacam seduhan mental, misalnya segelas teh?

Saya tak mendorong orang untuk menghindari atau membenci kebahagiaan. Itu konyol. Apa yang tepatnya ingin saya katakan adalah bahwa kita sedang berada dalam masa yang kurang menyenangkan. Setiap detiknya selalu ada potensi bencana.

Paranoia hampir setiap pagi mengagetkan kita hingga terjaga, dan kita terhuyung-huyung di bawah sinar matahari. Setibanya malam, kegelapan begitu menggelisahkan. Bintang-bintang sangat indah, tapi terasa remang-remang dan boros.

Suatu pagi, saya terbangun dan duduk di tepi ranjang merenungkan lubang ozon, hujan rudal di Gaza, pemanasan global, senjata nuklir, ancaman kepunahan manusia. Ini adalah pembuka hari yang lucu, nyaris seperti parodi yang terlalu menggelikan.

Dan saya bukan satu-satunya. Saya ingin kita semua mengakui itu.

Tentang melankolis

Sore itu saya menyusuri trotoar Jatinangor tanpa tujuan. Matahari sedikit lagi merosot, dan cahayanya seperti palet warna pastel. Irama kaki saya agak terbawa oleh langkah anak-anak IPDN dan Unpad yang bergegas pulang; saya coba melambat dan tertinggal.

Jalanan benar-benar bising hingga nyanyian saya yang begitu keras tak terdengar oleh saya sendiri. Sejenak saya menepi untuk menyaksikan musisi jalanan di sebuah minimarket. Hal terbaik tentang berjalan kaki tanpa tujuan adalah kita bisa pergi dan berhenti sesuka hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun