Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pada Pemilu 2024, Omong Kosong Bisa Lebih Berbahaya daripada Kebohongan

31 Oktober 2023   12:05 Diperbarui: 1 November 2023   08:12 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biarpun begitu, dalam beberapa hal, omong kosong lebih berbahaya daripada kebohongan. Ada beberapa alasan yang tersebar, tapi saya hanya akan mengemukakan satu alasan yang telah saya khawatirkan sejak lama.

Alasan itu adalah bahwa omong kosong dapat digunakan untuk memvalidasi perasaan seseorang terhadap kandidat tertentu. Salah satu ironi terbesar dari pemilu adalah bahwa pemilih tak selalu mendasarkan pilihannya pada alasan-alasan yang rasional.

Pertimbangkan bagaimana Adolf Hitler terpilih dalam pemilu di Jerman tahun 1930-an. Ini mungkin bukan murni akibat irasionalitas pemilih, tapi tragedi semacam ini menekankan pentingnya memastikan pemilih yang rasional.

Ada banyak bukti bahwa pemilih sering kali, bukan hanya sesekali, tak rasional. Mereka memilih bukan karena mereka telah menilai dengan cermat bahwa kandidat tertentu adalah yang paling cakap memimpin, melainkan karena kesamaan identitas, atau sesuka hati saja.

Bahkan beberapa filsuf politik realis berpendapat bahwa pemilu bukan tentang rasionalitas manusia, melainkan perasaan. Dalam hal perasaan, Einstein tak lebih baik dari orang lain, dan inilah mengapa suara Einstein dan suara saya sama-sama dihitung satu.

Saya tak bilang perasaan adalah kebalikan dari rasionalitas. Perasaan juga merupakan hasil kalkulasi, tapi kita biasanya gagal menyadari itu karena proses perhitungannya begitu cepat dan terjadi jauh di bawah ambang kesadaran kita.

Anda membuat saya merasa nyaman. Pasti ada alasan mengapa hal itu terjadi. Tapi karena hitung-hitungan itu terjadi sebegitu cepat dan sulit direfleksikan, saya tak bisa bilang alasan pastinya; saya hanya bisa bilang bahwa saya merasa nyaman dengan Anda.

Masalahnya, sekali perasaan itu muncul, fakta mungkin tak lagi berguna.

Seseorang coba meyakinkan saya bahwa Anda pernah mencopet dan melakukan kekerasan di tempat umum. Karena saya terlanjur menyukai Anda, saya bukan hanya setia pada Anda, tapi saya juga membela Anda dengan membuat alasan-alasan mengapa Anda tak bersalah.

Sekarang bayangkan skenario lain dalam konteks pemilu.

Saya menyukai paslon A karena mereka memiliki identitas kesukuan dan keagamaan yang sama dengan saya. Pada suatu kesempatan, paslon A berpidato bahwa para elite politik telah merancang rencana jahat untuk menyengsarakan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun