Tentu saja, ada banyak perspektif dan pendekatan yang bisa kita ambil untuk menerjemahkan maksud Johnson tersebut, dan Johnson sendiri juga menguraikan beberapa di antaranya. Di sini saya hanya akan membagikan beberapa hal yang saya upayakan.
Pertama, mengkurasi kotak masuk. Dulu saya berlangganan banyak situs, entah itu lokal maupun luar. Setiap kali saya memeriksa email dan mendapati konten-konten baru yang menarik, saya spontan membukanya. Satu konten menggiring ke konten lain. Satu jam telah berlalu.
Minggu kemarin saya memfilternya dan hanya menyisakan beberapa situs yang memang menghasilkan konten berkualitas; sisanya saya berhenti berlangganan email. Pastinya, selain mengontrol kotak masuk, saya juga harus belajar mengendalikan diri.
Kedua, menambah lebih banyak "santapan offline" ke menu saya. Ini tak berhubungan dengan kualitas konten, tapi saya merasa lebih susah fokus atau berlama-lama ketika membaca konten online. Mata perih dan notifikasi ini-itu sering membuyarkan konsentrasi.
Ketiga, saya membatasi diri pada konten-konten dari media yang sudah terpercaya. Seperti halnya diet makanan, diet informasi akan berhasil kalau kita tak menyangkal informasi, melainkan dengan mengonsumsi informasi yang tepat dan mengembangkan kebiasaan sehat.
Jika kita ingin membuat media menjadi lebih baik, maka kita harus mulai mengonsumsi media yang lebih baik. Ingat, setiap berita atau konten lainnya yang kita klik di internet bisa jadi juga memengaruhi apa yang orang lain baca (atau tonton dan dengar).
Ketika mengkliknya, kita membuatnya lebih terlihat, dan karenanya lebih mungkin diklik, oleh orang lain. Ini karena konten dengan klik terbanyak akan muncul di halaman depan. Setiap klik, dalam taraf tertentu, punya konsekuensi etis buat kita dan orang lain.
Epilog
Pada akhirnya, seperti junk food dapat menyebabkan obesitas, terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan ketidaktahuan. Diet informasi merupakan cara bertahan di tengah kekenyangan informasi ini: apa yang harus dicari, dibaca, dan dihindari.
Tapi itu bukan berarti "junk information" tak boleh dikonsumsi sama sekali. Saya masih suka membuka Quora untuk memerhatikan bagaimana orang-orang berdebat dan berpendapat tentang hal-hal yang sering kali terkesan aneh dan konyol. Saya menikmatinya.
Hanya saja, saya pergi ke sana ketika selesai membaca buku atau menyelesaikan sebuah esai. Jika saya belum selesai mengonsumsi konten-konten terbaik yang ditawarkan dunia, membaca lebih banyak "junk information", di semesta saya, hukumnya "haram".
"Junk information" merupakan pengalih perhatian dari hal-hal terpenting yang sebenarnya akrab buat kita: keluarga, persahabatan, komunitas. Waktu kita di Bumi ini terbatas; kita mesti memilih secara bijak apa yang harus kita lakukan dengan waktu tersebut.