Namun, karena saya merasa kata-kata saya terlalu kering dan melankolis, dan saya tak tahu apakah orang lain akan mengerti, saya berhenti dan mundur sejenak untuk mencari alternatif lain yang masih berhubungan dengan topik tersebut.
Itu adalah contoh keberuntungan. Saya bisa melanjutkannya kembali setelah kurang-lebih 5 hari. Dalam kasus berbeda, artikel "setengah jadi" dapat mengendap selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Artikel saya tentang kepribadian autotelic, misalnya. Saya memperoleh ide mentahnya dari buku "Lost in Thought" karya Zena Hitz. Hanya saja, ide tersebut tetap mentah dan tak tumbuh ke mana pun. Jadi saya mengabaikannya.
Beberapa minggu kemudian, kala saya membaca buku "Creativity: Flow and the Psychology of Discovery and Invention" karya Mihaly Csikszentmihalyi, saya mendapati ide lama saya tentang kepribadian autotelic menjadi jelas dan bernuansa.
Bagaimanapun, sekali lagi, itu masih contoh keberuntungan. Terkadang saya tak mampu (dan tak mau) melanjutkan sama sekali, membiarkannya terbengkalai dan terlupakan. Saya biasa menyebut jenis-jenis ini sebagai "sampah intelektual".
Itu mungkin terkesan buang-buang waktu, tapi saya kira akan lebih percuma kalau saya terus memaksakannya. Dan tentu saja, ada pula artikel yang saya tulis dalam sekali duduk, biasanya lebih bersifat personal, seperti tulisan yang sedang Anda baca ini.
Serius, bagaimana saya menulis?
Bagian di atas, jika Anda menyadarinya, lebih tentang seberapa lama saya menulis, bukan bagaimana saya menulis. Jawaban untuk pertanyaan kedua: saya menulis secara normal. Jika ada yang berbeda, mungkin itu terletak pada bagaimana sebelum saya menulis.
"Salah satu karunia menjadi seorang penulis," ujar Anne Lamott dalam bukunya Bird by Bird (1994), "adalah memberikan Anda alasan untuk melakukan berbagai hal, pergi ke bermacam tempat dan menjelajah."
Saya suka kutipan itu karena terasa cocok buat saya: menulis memotivasi saya untuk melihat kehidupan lebih dekat - kehidupan yang berlalu-lalang dan bergelandangan. Lebih tepatnya, menulis mengubah saya jadi pengamat kehidupan.
Di hampir setiap momen, saya akan menyiapkan kartu catatan dan pena seperti seorang analis yang tengah mengamati gerak-gerik subjek penelitiannya. Saya mendengarkan, mencermati, dan menyimpan sesuatu. Saya jadikan keterasingan saya membuahkan hasil.
Saya bersiap siaga meski tak terlalu yakin apa yang saya cari. Paling tidak, saya tahu bahwa saya sedang mencari sesuatu dan siap untuk cepat-cepat memerhatikan apa pun yang menarik. Buat coretan. Biarkan diri berbuat salah.