Contoh paling kentara barangkali adalah kebijakan memakai masker saat pandemi Covid-19. Para ahli kesehatan secara umum merekomendasikan penggunaan masker sebagai cara efektif untuk mencegah penyebaran virus.
Namun, beberapa politisi dan tokoh masyarakat menolak mandat tersebut, dengan alasan itu melanggar kebebasan pribadi. Mereka mengira bahwa masker hanya akan membantu petugas kesehatan, sedangkan warga biasa tetap percuma.
Saya tak mengatakan bahwa urusan kesehatan harus dilepaskan dari politik. Tepatnya, saya ingin bilang bahwa perkara kesehatan masyarakat jangan sampai dipolitisasi, diotak-atik sedemikian rupa untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Mahkamah Konstitusi (MK), dalam hal ini, harus bisa memastikan bahwa kebijakan apa pun yang dibuat pemerintah, baik itu kebijakan sosial atau ekonomi atau kesehatan, telah sesuai dengan amanat konstitusi dan menetralkan muatan politis di dalamnya.
Peran MK dalam menjamin hak atas kesehatan
Saking pentingnya kesehatan, ada pepatah bilang bahwa "kesehatan bukan segalanya, tapi segalanya tak bermakna tanpa kesehatan". Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, wajar kalau hak atas kesehatan tercakup dalam konstitusi kita.
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." Pasal 34 ayat (3) kurang-lebih juga sama.
Masuknya hak atas kesehatan ke dalam UUD 1945 menandakan bahwa kesehatan dipandang lebih dari sebatas urusan pribadi atau karunia Tuhan, tapi juga suatu hak hukum (legal rights) yang berhubungan dengan tanggung jawab negara.
Hak ini bukan hanya masalah perawatan kesehatan yang mudah dan murah, melainkan segala determinan kesehatan lainnya: akses ke air yang aman dan dapat diminum, sanitasi memadai, pasokan makanan dan nutrisi, perumahan, ketersediaan kerja, kesehatan reproduksi.
Demikianlah, dalam menjaga keselamatan, kesehatan, dan moral warganya, negara dibatasi dengan cara yang sesuai dan konstitusional.
Sebelumnya kita sudah melihat betapa politisnya kesehatan masyarakat. Jadi, kita membutuhkan lembaga negara yang mampu memastikan bahwa hak atas kesehatan telah diterapkan dengan cara yang sesuai dan konstitusional.
Di sinilah peran MK untuk menjamin bahwa hak atas kesehatan tak dipolitisasi, dan sebaliknya, memastikan keputusan politik yang dihasilkan wakil rakyat dan pemerintah sudah mengedepankan suara medis dan bukan hanya pertimbangan sosial-ekonomi belaka.