Itulah mengapa Bertrand Russell, bersama cendekiawan lainnya seperti Josef Pieper, berpikir bahwa pada saat-saat santai itulah peradaban tercipta. Hanya ketika meluangkan waktu untuk jeda bekerja, manusia menemukan roda, seni, filsafat, sastra, dan inovasi lainnya.
Kaisar Romawi Suci abad ke-12 Frederick II mengambil waktu istirahat dari mengumpulkan wilayah yang luas untuk berdiskusi panjang dengan Fibonacci, dan dia bahkan melakukan studi ornitologi untuk risalah yang masih tak tertandingi tentang elang.
Ketika mengerjakan "The Last Supper", Leonardo da Vinci secara teratur berhenti melukis selama beberapa jam dan tampak melamun tanpa tujuan. "Orang genius terhebat," katanya pada seorang pastor, "kadang mencapai lebih banyak hal saat mereka bekerja lebih sedikit."
Suatu waktu, Richard Feynman iseng melihat anak-anak bermain piringan yang berputar di kafetaria dan mulai menghitung goyangannya "untuk bersenang-senang". Ini memberinya inspirasi untuk mengembangkan "diagram Feynman", dan hasilnya adalah Hadiah Nobel.
John Alec Baker memanfaatkan jeda-jeda dari kesibukannya untuk mengamati burung secara intens dan kontemplatif. Dia mengikuti elang peregrine dengan sepeda, membawa teropong dan buku catatan. Hasilnya adalah The Peregrine (1967), refleksi puitis yang luar biasa.
Albert Einstein, karena dinilai gagal sebagai mahasiswa pascasarjana fisika, bekerja selama tujuh tahun sebagai juru tulis paten. Pada waktu luangnya inilah dia menulis banyak makalah, termasuk tentang teori relativitas - makalah yang menjungkirbalikkan fisika.
Dia menyebut kantor paten itu sebagai "biara duniawi tempat saya menetaskan ide-ide terindah saya".
Waktu luang bahkan bisa muncul sebagai kontemplasi dalam kondisi mengerikan. Psikolog Victor Frankl menulis tentang apa yang disebutnya "intensifikasi kehidupan batin" semasa dirinya jadi tahanan di Auschwitz.
Saat beristirahat dari kerja paksanya, Frankl mengingat orang-orang yang dicintainya, beserta gambaran kehidupan di masa-masa indahnya. Kala matahari terbenam dan cahayanya remang di pepohonan, para tahanan ujug-ujug sadar tentang adanya makna untuk sisa hidup mereka.
Paradoks waktu luang
Ada dua jenis waktu luang. Pertama, "waktu luang instrumental", contohnya mengajak anak bermain dan dengan demikian meringankan berbagai tugas orang tua. "Bermain" itu sendiri bukan tujuannya, tapi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan lain yang berjangka panjang.
Kedua, "waktu luang terminal", di mana aktivitas dan tujuan "menyatu" bersama, misalnya menghadiri sebuah pesta hanya untuk bersenang-senang, yang langsung jadi tujuan akhir itu sendiri.