Perlu dicatat, walau sama-sama bersifat meragukan, teori konspirasi tak sama dengan skeptisisme atau analisis kritis. Skeptisisme mendorong orang untuk bertanya dan berpikir; teori konspirasi justru menyediakan "bukti alternatif", biasanya cocokologi.
Bagaimanapun, kejadian di mana tokoh-tokoh yang berkuasa diam-diam berkomplot untuk mengejar tujuan jahat memanglah ada. Skandal Watergate di Amerika, misalnya, merupakan "teori konspirasi" yang benar-benar terekam keasliannya.
Namun, jika "konspirasi" semacam itu terungkap sebagai fakta, mungkin kita harus berhenti menyebutnya sebagai teori konspirasi, memasukkannya ke dalam laci sejarah sebagaimana peristiwa-peristiwa kelam lainnya di masa lalu.
Mengapa orang percaya pada teori konspirasi?
Kita selalu ingin memahami sesuatu. Dulu, sains tak bisa menjelaskan banyak fenomena yang ditemui manusia, sehingga respons termudah dan paling efisien terhadap pertanyaan yang tak terjawab adalah dengan menciptakan mitos-mitos.
Kini sains masih belum bisa menjawab segalanya, tapi setidaknya kita sudah tak sebingung dulu dalam banyak hal. Kalau begitu, mengapa orang percaya pada teori konspirasi, bahkan ketika ada seabrek bukti yang menunjukkan bahwa teori tersebut keliru?
1. Kebutuhan epistemik
Kebutuhan epistemik mengacu pada kebutuhan akan pengetahuan dan informasi. Saat suatu peristiwa besar terjadi, seperti yang saya bilang tadi, kita secara alamiah ingin tahu mengapa hal itu terjadi. Kita ingin penjelasan dan kebenaran.
Inilah mengapa, mengingat keingintahuan adalah sesuatu yang sangat alamiah, setiap orang bisa menjadi mangsa teori konspirasi kalau mereka memiliki kebutuhan epistemik yang tak terpenuhi pada waktu tertentu.
Kebutuhan epistemik mendorong orang untuk mencari penjelasan, terutama saat menghadapi informasi yang ambigu atau kontradiktif. Teori konspirasi, dalam konteks ini, menawarkan penjelasan yang terkesan akurat, dan karenanya memberi kita kepastian serta makna.
2. Kebutuhan akan kepastian dan kontrol
Jika sesuatu telah terjadi, kita tak suka merasa lemah dan rentan. Kita ingin punya semacam kendali atau otonomi atas hal-hal yang telah terjadi. Teori konspirasi memberi kita perasaan seperti itu, atau setidaknya memberitahu kita mengapa kita tak berdaya.
Dalam hal ini, teori konspirasi tak hanya menjelaskan sebab-akibat suatu kejadian, tapi juga memungkinkan kita untuk melihat dunia ini sebagai sesuatu yang teratur, dapat dimengerti, dan bisa diprediksi.
Teori konspirasi biasanya mengubah narasi kompleks jadi lebih sederhana, kendati dengan cara mengartikan berbagai peristiwa sebagai rencana jahat. Dengan menyalahkan dan mengidentifikasi pelakunya, orang bisa memperoleh (sedikit) kepastian dan rasa kendali.