Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar Memberi Saya Banyak Waktu Luang (dan Ruang untuk Berbuat Salah)

16 Mei 2023   06:00 Diperbarui: 16 Mei 2023   07:11 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pagi jalan menuju Perpustakaan Pusat Universitas Padjadjaran (8/5/2023) | Dokumentasi pribadi

Dengan kebijakan MBKM inilah perguruan tinggi dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang otonom dan inovatif. Pendeknya, pendidikan jadi lebih cair alih-alih kaku dan birokratis.

Saya bilang begitu karena mengalaminya langsung. Prodi saya mengintegrasikan MBKM dengan tugas lapangan (Project Based Learning) yang kemudian diberi tajuk "AKSI (Aktif, Kawal dan Partisipasi) Pemilu 2024".

Dalam program ini, kami mahasiswa menjalani perkuliahan seperti biasa selama setengah semester awal, lalu sisanya kami melaksanakan mini-riset untuk nantinya dipublikasikan jadi buku bunga rampai dan dipresentasikan melalui seminar publik.

Pembelajaran bukan lagi sekadar mengonsumsi informasi, tapi justru mendemonstrasikan informasi dan pengetahuan tersebut. Kami diminta untuk berkreasi tepat di mana kami harus menerapkan apa yang telah kami pelajari.

Kami terbagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Di minggu-minggu genap (pertemuan 10, 12, 14) kami berjumpa dengan dosen pembimbing untuk dilakukan monitoring dan evaluasi, sedangkan di luar itu kami "dibiarkan" untuk bereksplorasi secara intelektual.

Bisa dilihat bahwa selama program ini berlangsung, secara teknis sebenarnya "tak ada kelas sama sekali". Bahkan monitoring dan evaluasi tak harus dilakukan di ruang kelas; ini murni kesepakatan antara dosen dan kelompok bersangkutan. Sifatnya pun tak formal.

Mulanya saya kira ini bakal kacau: mahasiswa mungkin lebih memilih bermalas-malasan dan berlibur ketimbang riset yang serba tak pasti. Tapi saya salah. Apa yang mengejutkan adalah, pembelajaran justru jadi lebih intens ketika "kelas formal" tak ada sama sekali.

Satu hari kami ke perpustakaan untuk studi literatur, esoknya kami berlesehan sambil diskusi dan bertukar cerita. Meskipun sesekali kami menyimpang dari topik riset, setidaknya kami punya waktu-waktu menyenangkan. Belajar yang beriringan tawa itu mahal.

Saya merasa ada suatu beban yang selama ini bikin kami mahasiswa kurang berdaya di dalam kelas, dan saat "kelas formal" seperti itu tiada lagi, beban itu pun ikut lenyap. Saya melihat teman-teman saya (termasuk diri saya sendiri) seperti burung yang terbebas dari sangkar.

Sekarang kami terbang bebas dan lebih hidup, mengenal bagaimana sakitnya melahirkan ide-ide baru, bergumul dengan pemikiran-pemikiran yang tak pernah kami dengar, dan sewaktu-waktu kami harus rela membuang ide yang telah kami "besarkan" untuk ide yang lebih baik.

Ini pengalaman belajar yang aneh buat saya. "Aneh" dalam artian asing dan tak biasa. Selama ini, saya biasanya bekerja keras menyelesaikan tugas agar saya memiliki waktu luang untuk melakukan sesuatu yang benar-benar saya sukai - sesuatu yang memenuhi ruang batin saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun