Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ingin Dapat Jawaban di Internet? Jangan Bertanya, Cobalah Hukum Cunningham

2 Mei 2023   20:16 Diperbarui: 3 Mei 2023   07:57 3972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah mengapa orang masih kerap melakukan kesalahan secara online, atau setidaknya kita mengira orang telah berbuat salah. Secara bersamaan, kita senang menjadi benar. Kita bahkan lebih senang lagi kalau semua orang tahu bahwa kita benar.

Di ruang mana pun, terutama forum diskusi online dan kolom komentar media sosial, hampir selalu ada orang yang ingin dilihat sebagai yang terbaik. Jika mereka terbukti keliru, berbagai fitur memungkinkan mereka untuk “lari” atau menampilkan diri sebagai anonim.

Itu membuat risiko yang dipertaruhkan sangatlah kecil. Mereka jadi begitu leluasa. Mereka mau orang lain terkesiap dengan kecerdasan superior mereka atau ketajaman yang diperoleh susah payah selama bertahun-tahun.

Kecenderungan semacam itu sebenarnya kuno. Sekitar abad ke-4 SM, Socrates menunjukkan bagaimana orang-orang tak sudi mengakui dirinya salah, kendati kesalahannya sudah terang-benderang.

Socrates memakai sebentuk ironi dalam percakapannya: dia bakal berpura-pura tak tahu atau memegang posisi yang sebenarnya tidak ia yakini guna menunjukkan kontradiksi dan kelemahan dalam argumen lawan bicaranya.

Dalam dialog “Apologi” Plato, misalnya, Socrates menampilkan dirinya sebagai orang yang tak tahu apa-apa tentang tuduhan yang ditujukan kepadanya, dan kemudian berusaha untuk memahaminya dari para penuduhnya.

Lewat serangkaian pertanyaan yang mengganggu, Socrates telah membeberkan kurangnya pengetahuan mereka, sehingga tuduhan terhadapnya tidaklah adil. Bagaimanapun, Socrates tetap dihukum mati. Ini menunjukkan betapa fanatiknya orang untuk menjadi benar.

Jangan sembarangan memakai Hukum Cunningham

Sebelumnya saya bilang bahwa Hukum Cunningham kadang lebih bagus untuk memperoleh informasi ketimbang mengajukan pertanyaan belaka. Dalam beberapa kesempatan, saya pikir ini bisa sangat berbahaya seperti trolling.

Alih-alih mendapatkan jawaban dan argumen baru yang sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh kita, penggunaan Hukum Cunningham mungkin malah menjadikan kita keliru tentang sesuatu. Pasalnya, orang yang menjawab kita belum tentu seorang ahli.

Jika saya adalah seorang bocah yang baru saja menonton YouTube tentang serangkaian teori konspirasi paling populer di dunia, kemudian saya memposting sebuah Tweet bahwa “Bumi itu datar”, saya mungkin malah semakin diyakinkan bahwa Bumi memanglah datar.

Ya, sebagaimana paradoks Dunning-Kruger, orang-orang yang merasa tahu biasanya lebih lantang dalam menyuarakan pendapatnya ketimbang mereka yang benar-benar tahu dan ahli. Dalam konteks ini, Hukum Cunningham bisa jadi menyesatkan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun