Memerintahkan orang untuk tertawa sama saja seperti memaksa orang yang berpose di depan kamera supaya bilang "cheese". Alih-alih mendapati kesan natural yang memikat, kita hanya akan memperoleh wajah-wajah yang dibekukan oleh senyuman buatan.
Gagasan untuk tak mengejar kebahagiaan bukan berarti kita harus sengsara atau pasrah pada hidup yang penuh nestapa, tapi lebih kepada kita harus memperlakukan kebahagiaan sebagai hasil sampingan dari menjalani hidup yang bermakna dan memuaskan.
Kata Nietzsche: "Dia yang punya 'mengapa' untuk hidup dapat menanggung hampir semua 'bagaimana'." Ini berarti, andaikan kita memiliki alasan untuk hidup, kita bisa menanggung hampir semua beban yang muncul kemudian.
Dalam kerangka ini, ketimbang fokus mengejar kebahagiaan, saya menyarankan orang agar menjadi antirapuh (antifragile).
Jadilah antifragile
Konsep antirapuh (antifragile) diperkenalkan oleh Nassib Nicholas Taleb dalam bukunya "Antifragile: Things That Gain from Disorder". Ide di balik buku ini, meski penyampaiannya agak berat dan tak koheren (mungkin disengaja), sebenarnya sederhana dan menarik.
Taleb membagi dunia dan semua yang ada di dalamnya jadi tiga kategori: rapuh, kokoh, dan antirapuh.
Sistem yang rapuh adalah sistem yang mudah rusak atau hancur akibat tekanan tertentu. Karenanya, orang dapat disebut rapuh kalau mereka menghindari kekacauan dan gangguan. Mereka mengira itu lebih aman, tapi sebetulnya itu hanya bikin mereka lebih rentan.
Sistem yang kokoh adalah sistem yang mampu bertahan dari tekanan atau guncangan tanpa mengalami kerusakan. Orang dapat disebut kokoh kalau mereka bisa bertahan menghadapi gejolak tertentu tanpa mengubah jati dirinya.
Sistem yang antirapuh melampaui kekokohan. Jika orang kokoh mampu menahan tekanan dan menjaga stabilitas dirinya, orang yang antirapuh atau antifragile justru memanfaatkan tekanan-tekanan tersebut untuk keuntungan dan pertumbuhan dirinya.
Demikianlah, sistem yang antifragile adalah sistem yang tak hanya tahan terhadap guncangan atau rintangan, tapi juga berkembang dan jadi lebih kuat karenanya. Alhasil, orang (atau apa pun sebenarnya) jadi lebih mampu beradaptasi dengan setiap tantangan baru.
Ini masih sejalan dengan perkataan lain Nietzsche: "Apa yang tak membunuh kita membuat kita lebih kuat."