"Dalam sebaran udara segar dan suburnya langit ini," tulis Albert Camus dalam novelnya A Happy Death, "kelihatannya satu-satunya tugas manusia dalam hidup adalah berbahagia." Ini pernyataan manusiawi karena kita semua memang ingin bahagia.
Namun, kebahagiaan itu sendiri begitu rapuh. Kita pun terobsesi untuk mencari jawabannya. Kini untuk pertama kalinya kita disuguhi aneka resep kebahagiaan berdasarkan begitu banyak penelitian, bukan sebatas spekulasi filosofis.
Persoalannya, kalau memang semua resep itu benar, mana yang cocok buat kita? Haruskah kita menghabiskan waktu seumur hidup untuk melakoni semua resep itu, atau cukup sebagian saja? Jawabannya sama: itu bakal sia-sia.
Di sini saya akan menunjukkan bahwa upaya kita untuk mengejar kebahagiaan lewat metode apa pun sebetulnya salah arah. Dengan kata lain, pengejaran kebahagiaan bukanlah jalan menuju kebahagiaan yang sebenarnya.
Paradoks kebahagiaan
Kita biasanya diajarkan untuk secara aktif mengejar kebahagiaan. Dalam industri self-help, misalnya, kita ditawari berbagai macam janji yang diklaim bakal mengantarkan kita menuju kebahagiaan. Namun, bukan begitu cara kerja kebahagiaan.
"Kebahagiaan pastilah terjadi," tulis Viktor Frankl dalam buku populernya Man's Search for Meaning, "dan hal ini juga berlaku pada kesuksesan: Anda harus membiarkannya terjadi dengan tak usah memedulikannya."
Immanuel Kant, filsuf Jerman terkemuka di Abad Pencerahan, sebetulnya sudah mendahului gagasan Frankl. Bagi Kant, pengejaran kebahagiaan pada dasarnya salah arah; makin orang mengejar kebahagiaan, makin mereka menjauh darinya.
Kebahagiaan bukanlah kebaikan yang murni, kata Kant. Tanpa karakter dan orientasi yang benar, tanpa rasa tanggung jawab dan sensitivitas moral yang tinggi, kebahagiaan hanyalah sebuah kondisi pikiran kebinatangan.
Jadi, Kant tak melihat pengejaran kebahagiaan sebagai tujuan utama dalam hidup, melainkan sebagai hasil sampingan dari menjalani kehidupan yang bermoral dan rasional.
Ringkasnya, jangan mengejar kebahagiaan, tapi buatlah diri kita layak untuk bahagia.