Karena sederhana dan berskala kecil, demokrasi langsung di Athena tak memerlukan partai politik. Beda dengan demokrasi yang berlaku hari ini; bukan hanya lebih kompleks, tapi skala cakupannya pun sudah jauh lebih luas.
Bayangkan jika demokrasi langsung diterapkan di Indonesia yang jumlah penduduknya lebih dari 250 juta orang. Di mana kita bakal berkumpul? Di Monas? Di ibukota negara yang baru? Duh, belum lagi terbebani ongkos. Mungkin akhirnya banyak orang memilih untuk golput.
Kini, seiring bertambah rumitnya urusan manusia, demokrasi juga semakin kompleks. Salah satu perkembangan pentingnya adalah, kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan (entah individu atau institusi), tapi terbagi dan saling mengawasi.
Di Indonesia sendiri ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif (kadang orang menambahkannya dengan media massa, atau masyarakat sipil). Eksekutif dan legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu, dan di sinilah peran partai politik begitu penting.
Sebelumnya kita telah melihat bahwa fungsi mendasar parpol, yaitu dalam hal penerjemahan opini publik kepada penguasa, telah terkikis seiring berkembangnya media massa dan internet. Dalam perkara ini, partai agaknya memang sudah "lumpuh".
Namun, alasan itu saja belum bisa membenarkan pembubaran atau penghapusan partai. Kalau ada satu alasan mengapa partai politik masih diperlukan dalam sistem demokrasi kita, alasan itu adalah peranan partai sebagai penjaga gerbang demokrasi.
Mari kita permudah dengan eksperimen pikiran.
Bayangkan kamu terkurung dalam sebuah restoran karena bencana yang mengerikan. Kamu tak bisa pulang, kecuali rela mempertaruhkan nyawa. Malam ini, para koki entah bagaimana menghidangkan makanan dengan buruk. Mungkin mereka cemas soal keluarganya.
Alhasil, setelah menikmati hidangan mereka, sebagian orang muntah-muntah, bahkan kamu nyaris mati keracunan. Semua orang yang ada di restoran pun bersepakat, termasuk pemilik restoran, bahwa para koki harus dihukum. Mereka dienyahkan dari restoran.
Esok hari, pemilik restoran mendeklarasikan aturan baru: "Koki resmi ditiadakan. Sekarang kami hanya menyediakan alat-alat dan bahan-bahan memasak." Jadi, jika kamu lapar bukan kepalang, pilihannya ada dua: masak sendiri, atau suruh orang lain masak untukmu.
Mungkin kamu berpikir, siapa pun yang pandai memasak harus mau melayani semua orang. Tapi, bisakah kamu percaya padanya? Bagaimana kamu yakin bahwa orang itu tidak sedang meracunimu, supaya semua bahan yang tersisa cukup untuknya sendiri bertahan hidup?