Mereka membingkai perdebatan kebijakan di parlemen (misal, DPR). Mereka menentukan kepentingan mana yang layak didengar: apakah keluhan petani di satu sisi, atau usulan suatu proyek besar dari para pengusaha di sisi lain.
Karenanya partai sangat penting bagi kehidupan demokrasi kita. Saking pentingnya, kalau mereka tak responsif, politik kita juga tak bisa responsif, dan jika mereka tak inklusif, politik kita juga tak bisa inklusif.
Dalam hal ini, partai beroperasi sebagai perantara penting yang menghubungkan penguasa dan yang dikuasai. Fungsi partai yang paling mendasar adalah mewakili opini publik untuk kemudian disampaikan dan diterjemahkan kepada para pemimpin politik.
Namun, seiring waktu, kebanyakan orang telah menyangkal fungsi itu. Mengapa? Jawaban singkatnya: internet.
Kemunculan internet, khususnya media sosial, membuat beberapa fungsi partai jadi buyar. Dulu, partai biasa mengedukasi masyarakat agar mereka paham kebijakan pemerintah. Kini pemerintah bisa langsung mengedukasi masyarakat dengan lebih efektif.
Fungsi agregasi opini publik pun sudah jarang dilakukan partai. Hari ini, orang bisa rebahan di kasur sambil ngetweet beberapa keluhan soal kerusakan jalan raya, atau minimnya ruang publik seperti taman dan lapangan olahraga.
Jika cukup beruntung, entah karena viral atau pejabat yang disindir kebetulan lagi berselancar di Twitter, keluhan itu bisa langsung direspons. Syukur-syukur ditindaklanjuti. Intinya, partai tak lagi menjembatani penguasa dan masyarakat dalam hal opini publik.
Kalau begitu, kembali ke pertanyaan awal, apakah seharusnya partai politik dibubarkan saja?
Demokrasi tanpa partai politik
Pada awal kemunculannya, demokrasi berjalan tanpa partai politik. Ini terjadi, misalnya, di Athena Yunani kuno. Kala itu bentuknya masih polis (negara-kota), bukan negara seperti sekarang, yang agaknya baru muncul abad ke-15 dalam pemikiran Machiavelli.
Demokrasi yang berlaku di Athena adalah demokrasi langsung. Dalam pemilihan pemimpin, warga bakal berkumpul di sebuah tempat, semacam alun-alun kota, untuk menyaksikan para politisi berdebat. Selanjutnya, warga memilih siapa yang layak memimpin.
Namun, pemilihan itu juga tak menyeluruh. Hanya pria dewasa kelahiran Athena yang memiliki hak pilih, sedangkan para budak dan perempuan dikecualikan. Makanya partisipasi politik mereka hanya berkisar 10 sampai 20 persen dari total jumlah penduduk.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!