Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

8 Strategi untuk Meningkatkan Daya Ingat dan Memperkuat Pikiran

18 Februari 2023   07:20 Diperbarui: 18 Februari 2023   20:47 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita membutuhkan memori (ingatan) untuk mempelajari sesuatu. Tanpanya, informasi dan pengalaman tak bisa dipertahankan. Orang baru bakal tetap jadi orang asing. Anda tak akan bisa mengingat apa kalimat pertama di artikel ini.

Memori juga merupakan komponen kunci dari kesadaran-diri (self-awareness), membantu kita untuk memahami identitas dan masa lalu personal kita. Memori, dengan demikian, memungkinkan kita untuk memiliki perasaan tentang siapa kita kini dan sebelumnya.

Memori bukan sebatas cetakan masa lalu dalam diri kita; ini adalah penjaga apa saja yang bermakna dalam harapan-harapan dan ketakutan kita.

Pendeknya, memori amatlah vital untuk kemampuan dalam belajar, tumbuh, serta menavigasi dunia di sekitar kita. Tanpa daya ingat yang kuat, kita bakal kesusahan untuk memproses informasi baru, mengingat peristiwa penting, dan membangun hubungan.

Saya sendiri, terus terang, sering lupa terhadap sesuatu yang mestinya saya ingat. Di sebuah pagi, umpamanya, saya hendak membaca buku dan perlu kacamata. Saya balik ke kamar dan mendapati diri berdiri kaku sambil bingung bukan kepalang: "Buat apa aku ke kamar?"

Atau ketika di kelas, tatkala seorang teman bertanya tentang siapa pencetus adagium "power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely", saya hanya bisa mengingat suku kata "ton", terlepas dari begitu seringnya saya mendengar nama itu.

Rasanya geram: sesuatu yang biasanya saya ingat secara spontan mendadak seperti terblokir dari otak saya, seolah sudah di ujung lidah dan nyangkut di situ tanpa bisa terucapkan. Itu tersimpan di otak saya, bersembunyi seperti anjing nakal yang tak mau datang saat dipanggil.

Fenomena semacam itu dikenal sebagai blocking atau tip of the tongue: kita mencoba menemukan sebuah kata, paling sering nama seseorang, dan kita tahu bahwa kita tahu tapi tak bisa mengambilnya sesuai permintaan.

Pengalaman-pengalaman seperti itu membuat saya penasaran tentang cara kerja otak manusia. Saya baru selesai membaca buku Remember: The Science of Memory and The Art of Forgetting karya Lisa Genova.

Karenanya, mengingat saya bukan ahli saraf, artikel ini hendak memaparkan beberapa taktik untuk memperkuat daya ingat yang didasarkan atas buku tersebut. Bukan berarti artikel ini adalah rangkuman dari buku itu, melainkan sebatas catatan poin-poin penting menurut saya.

1. Curahkan perhatian

Otak kita mengaktifkan kembali unsur-unsur apa saja yang kita rasakan dan perhatikan sejak awal. Jadi, jika kita ingin mengingat sesuatu, di atas segalanya, kita perlu memerhatikan apa yang sedang terjadi.

Dalam hal ini, kita memerlukan dua hal: persepsi (melihat, mendengar, mencium, merasakan) dan konsentrasi. Memori kita bukanlah sebuah kamera yang otomatis merekam setiap gambar dan suara, lalu kita bisa menontonnya ulang setiap kali diperlukan.

Suatu waktu saya sedang di kost dan seorang kurir menelepon, hendak mengantar paket ke rumah saya tapi agak bingung dengan alamatnya. Dia bertanya, "Cat rumahnya warna apa?" Saya terkejut dan berpikir keras; saya tak ingat persis apakah pink atau biru.

Padahal saya telah tinggal di rumah itu sejak lahir, tapi saya tak pernah ingat warna cat dindingnya. Ke mana saja saya selama ini? Pendek kata, saya tak memerhatikan hal-hal semacam itu.

Kita hanya bisa menangkap dan mempertahankan apa yang kita perhatikan. Problemnya, kita hidup dalam sebuah era yang menyulitkan kita untuk berkonsentrasi. Kita diliputi berbagai distraksi (ponsel dan segala notifikasinya) yang mencuri perhatian kita, memori kita.

Dengan demikian, mengurangi, atau bahkan menyingkirkan, hal-hal yang mengganggu fokus kita bakal memperbaiki kinerja memori kita. Ini termasuk menghindari multitasking, sebab perhatian yang terpecah akan secara signifikan menghambat pembentukan ingatan.

Sekalipun informasi berhasil dikonsolidasikan saat perhatian kita terpecah, memori mungkin tak akan cukup kuat untuk mengingatnya nanti secara penuh. Demikianlah, kita memerlukan perhatian terfokus untuk meletakkan ingatan dengan kekuatan dan akurasi maksimal.

Sedikit kafein (tidak terlalu banyak dan tidak dalam 12 jam sebelum tidur malam) bisa membantu kita dalam menangkal distraksi dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, yang berarti juga membangun ingatan jangka panjang.

2. Buat jadi bermakna

Kita cenderung memerhatikan, dan karenanya mengingat, apa yang menurut kita bermakna, menarik, baru, mengejutkan, signifikan, emosional, dan berdampak. Otak kita menangkap detail-detail semacam itu. Kita mengabaikan dan melupakan sisanya.

Itu berarti, otak kita tak tertarik untuk mengingat apa yang membosankan atau sepele. Bila kita ingin mengetahui dan mengingat lebih banyak hal, pastikan informasi tersebut bermakna dan berkesan bagi kita. Otak kita menyukai makna.

Misal, saya makan siang di jam yang hampir sama setiap hari. Jika ditanya apa yang saya santap seminggu lalu, saya tak ingat sama sekali. "Kesamaan adalah ciuman kematian untuk ingatan," tulis Lisa Genova.

Otak kita tidak dirancang untuk mempertahankan apa yang rutin atau terprediksi. Singkatnya, kita cenderung melupakan segalanya kecuali yang bermakna. Inilah ingatan yang memberi kita perasaan akan diri sendiri, yang membentuk narasi hidup kita.

Jika kita memerhatikan apa yang ingin kita ingat dan membungkusnya jadi sebuah cerita, dan terlebih jika kita menempatkannya pada momen khusus dalam narasi hidup kita, maka kita akan membuat ingatan itu sulit dilupakan.

Terlebih, ketika sebuah kenangan mengandung makna mendalam bagi kita, biasanya kita bakal memikirkannya, membagikannya, menggunakannya, dan mengenangnya berulang kali. Dengan begitu, kenangan atau ingatan tersebut akan terjalin semakin kuat.

3. Tuliskan

Selain rutinitas harian, seperti makan dan mandi, saya sering lupa tentang hal-hal yang harus saya lakukan: membalas pesan, mencuci baju, membeli barang. Jika saya tak diingatkan tentang semua itu, mungkin saya akan jadi seperti koala yang terjebak di sebuah kamar.

Karenanya sebelum tidur, saya selalu membuat to-do list tentang apa saja yang mesti saya kerjakan esok hari. Menulis untuk mengingat juga berlaku ketika saya mempelajari sesuatu yang baru, seperti materi-materi dari dosen atau buku.

Berhenti khawatir dan tuliskan saja. Kita tak perlu risau apakah menulis bakal menurunkan kapasitas kita dalam mengingat. Justru, ini menunjang kinerja memori secara efektif. Dengan menuliskannya, kita bisa mengingat lebih banyak dan mengurangi beban otak.

4. Buat asosiasi dan visualisasikan

Dalam bukunya "Bird by Bird", Anne Lamott mengenang masa lalu ketika abangnya, yang saat itu masih berumur 10 tahun, sedang keteteran untuk mengerjakan sebuah laporan tentang burung.

Abangnya menangis di dapur dengan banyak penjepit kertas dan buku yang belum terbuka mengenai burung. Dia nyaris menangis. Lantas, ayah mereka datang menghampirinya dan berkata, "Burung demi burung, sobat. Ambil saja burung demi burung."

Saya menyukai kisah itu karena keseharian saya senantiasa tentang kelebihan beban dan kewalahan sendiri. Saya punya banyak keinginan, dalam arti mempelajari dan mencipta sesuatu, tapi saya merasa tak cukup waktu. Saya bingung harus mulai dari mana.

Akhirnya, alih-alih bergerak dan konsisten, saya memilih rebahan dan lari dari semua tugas itu. Saya tak menyelesaikan apa pun (selain dua film Netflix, saya kira). Inilah mengapa saya sangat ingin mengingat kisah dan pesan Anne itu.

Suatu hari saya bermain dengan keponakan saya dan tak sengaja menemukan sebuah mainan burung mungil, yang saya kira mirip Angry Birds merah. Saya tiba-tiba teringat dengan pesan Anne bahwa kita hanya perlu maju perlahan, burung demi burung.

Nah, saya mengambil mainan itu diam-diam (yang berarti, mencuri). Percayalah, keponakan saya tak pernah mencarinya, jadi saya simpulkan mainan itu sama sekali tak penting baginya. Kini saya menyimpan mainan itu di meja belajar saya (yang berarti, di depan saya sekarang).

Setiap kali saya melihat burung mungil yang berekspresi marah ini, saya selalu ingat dengan cerita dan pesan Anne Lamott.

Otak kita menyukai makna, dan asosiasi membentuk makna. Proses mengingat jauh lebih mudah, lebih cepat, dan lebih mungkin teringat sepenuhnya ketika konteks ingatan cocok dengan konteks yang ada saat ingatan dibentuk.

Mengasosiasikan konteks yang kita ingat dengan kondisi saat kita mempelajari informasi tertentu dapat meningkatkan daya ingat, sebagaimana saya mengasosiasikan mainan burung dengan pesan Anne tentang "ambil burung demi burung".

Secara neurologis, mengenal selalu lebih mudah daripada mengingat.

5. Ulangi dan latih diri

"Cara sederhana untuk akrab dengan sebuah teori adalah dengan mengajarkannya pada orang lain," tutur salah seorang dosen saya, kendati seingat saya kata-katanya tak persis begitu. Dan saya setuju.

Jika tak seorang pun mau mendengarkan saya, biasanya saya menjelaskan pemahaman saya seolah-olah saya sedang berdialog dengan seorang profesor yang hendak menguji saya. Entah mengapa saya suka membayangkan profesor itu adalah Richard Feynmann.

Dengan cara itu, saya bukan hanya mengulang-ulang apa yang ingin saya ingat, tapi terutama menguji ketepatan ingatan saya. Cara yang kurang-lebih sama juga dilakukan para juara dunia catur: makin sering bermain, makin mereka ingat kemungkinan posisi-posisi pion.

Saya bisa mengingat chords gitar karena saya sering memainkannya, seperti saya mampu mengingat posisi huruf di keyboard. "Apa pun yang Anda lakukan berulang kali mengubah otak Anda" tulis Lisa Genova, "maka otak Anda mengubah cara Anda menggerakkan tubuh."

Sebagian dari kita terlahir dengan otak dan tipe tubuh yang diperlengkapi untuk melakukan keterampilan tertentu lebih baik daripada yang lain. Namun jika kita memiliki peluang untuk menjadi ahli dalam melakukan apa pun, kita memerlukan banyak latihan dan pengulangan.

6. Tidur yang cukup

Konsentrasi dan latihan menyempurnakan suatu keterampilan, bila kita tidur secara cukup. Kurang tidur melemahkan konsentrasi, dan konsentrasi yang lemah tak memungkinkan latihan yang maksimal.

"Kita membutuhkan tujuh hingga sembilan jam semalam (untuk tidur)," tulis Lisa Genova. "Kurang dari itu akan merusak kesehatan dan memori kita."

Selain itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa orang jadi makin buruk dalam mempelajari hal-hal baru seiring berjalannya waktu, kecuali mereka tidur siang. Berapa lama tidur siang ini perlu? Dua puluh menit seharusnya cukup untuk menyegarkan pikiran dan meningkatkan daya ingat.

Justru kalau terlalu lama, tidur siang sering bukannya menambah kualitas performa kita, tapi malah membuat kita lesu dan kehilangan mood.

7. Santai dan kurangi stres

Stres adalah kabar buruk bagi kemampuan kita dalam mengingat. Bahkan, bilamana kita lupa terhadap sesuatu dan lalu kita jadi stres tentangnya, itu hanya akan menambah kelupaan kita. Bagaimana kita bisa ceria dan mengurangi stres di era yang meliputi banyak kesesakan ini?

Kendati kita tak selalu bisa membebaskan diri dari stres dalam hidup, beberapa cara bisa secara dramatis memengaruhi respons otak dan tubuh kita terhadap situasi stres yang kita alami, misalnya meditasi, gaya hidup dan pola makan sehat, olahraga, dan rasa syukur.

8. Tak apa untuk mencarinya di Google (atau sekarang, ChatGPT)

Tak perlu khawatir untuk berbagi memori dengan teknologi. Ini tak membuat memori kita semakin lemah.

Jika nanti saya kembali lupa pencetus adagium "power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely" dan saya tak punya petunjuk apa pun untuk mengingat namanya, saya hanya perlu mencarinya di internet. Itu dia: Lord Acton.

Lalu saya akan tertawa kecil, merasa lega karena sekarang saya bisa memanfaatkan waktu saya untuk mempelajari hal-hal baru ketimbang berpikir keras tentang sesuatu yang tersedia di internet dalam sekejap mata.

Artikel ini tak ingin menunjukkan tentang pentingnya menghafal segala sesuatu, terlebih dalam kaitannya dengan metode pembelajaran yang menekankan hafalan. Kita bisa berbicara banyak soal itu di kesempatan lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun