Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kepribadian Autotelic, Rahasia Menikmati Hidup dan Menjadi Lebih Kreatif

11 Januari 2023   08:09 Diperbarui: 11 Januari 2023   15:25 2329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap kali kita jadi autotelic, kita mulai menikmati apa pun yang menghasilkan pengalaman seperti itu | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Setiap orang ingin hidupnya berjalan menyenangkan dan layak dijalani. Bagaimana kita seharusnya menggambarkan keinginan mendasar ini? Saya mengikuti pemikiran Plato dan Aristoteles yang membedakan jenis-jenis keinginan berdasarkan tujuan akhirnya.

Kita melakukan banyak hal secara instrumental, demi hal lain: sarapan untuk mengenyangkan perut, bekerja demi uang, berolahraga agar tetap sehat. Hal-hal lain yang kita lakukan adalah demi kenikmatan pengalaman itu sendiri: membaca, bermain kartu, mendaki gunung.

Beberapa hal ternyata bersifat instrumental dan sekaligus untuk kenikmatan pengalaman itu sendiri: kita bekerja demi uang, tapi terkadang kita juga mencintai pekerjaan kita; orang berolahraga bukan hanya agar sehat, tapi juga karena itu menyenangkan.

Plato dan Aristoteles, dan banyak setelah mereka, mencari sesuatu yang mereka sebut "kebaikan tertinggi", kebaikan yang menjadi sesuatu di mana seluruh hidup seseorang akan mencapai puncaknya, sebentuk jaminan kebahagiaan yang tertanam dalam diri kita.

Mereka berpendapat bahwa "kebaikan tertinggi" itu adalah aktivitas yang dilakukan demi kepentingannya sendiri, demi kenikmatan pengalaman itu sendiri. Pendeknya, ini merupakan aktivitas yang dikejar bukan untuk tujuan lain kecuali demi aktivitas itu sendiri.

Kepribadian autotelic

Literatur psikologis abad ke-20 memakai istilah "autotelic" untuk merujuk pada konsepsi itu. Istilah ini dicetuskan oleh psikolog Hungaria-Amerika Mihaly Csikszentmihalyi, di mana "autotelic" terdiri atas dua akar kata Yunani: auto berarti diri dan telos berarti tujuan.

Dengan begitu, individu autotelic melakukan suatu hal sebagai tujuan akhirnya, bukan untuk mencapai beberapa tujuan lainnya yang bersifat eksternal. Mereka adalah orang yang punya kecenderungan kuat untuk menemukan motivasi intrinsik dalam kesehariannya.

Orang mungkin melihat olahraga, entah sepak bola atau apa pun, sebagai aktivitas fisik yang bebas dan sangat menyenangkan untuk dilakukan demi permainan itu sendiri. Bisa dibilang, kegembiraan bermainlah yang menjelaskan pengejaran atlet terhadap bidangnya.

Dalam pengertian itu, olahraga adalah aktivitas mandiri yang membawa kesenangan langsung dan berharga secara intrinsik. Tentu adakalanya olahraga menjadi aktivitas instrumental: saya berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.

Tapi, sebagian besar orang berolahraga demi kenikmatan intrinsik dari permainan itu sendiri. Inilah autotelic.

Zena Hitz dalam bukunya Lost in Thought menggambarkan aspek autotelic dalam mayoritas pemikir, kalau tidak semua. Orang-orang ini memandang pekerjaannya sebagai kegembiraan yang datang dari pengejaran akan kebenaran dan keindahan.

Kata kuncinya ada pada "pengejaran". Dalam hal ini, mereka berfokus pada proses dan bukan hasil. Mereka bersedia menguras waktu luangnya untuk mengungkapkan hubungan yang diamati dalam kesederhanaan, meski mungkin tak menghasilkan manfaat praktis.

Jadi yang dicari bukanlah tujuan eksternal yang misterius dan tak terlukiskan, melainkan aktivitas pengejaran itu sendiri. Ini adalah tentang pencarian, bukan pencapaian.

Tentu konsepsi itu sampai batas tertentu menyesatkan, karena tanpa keberhasilan sesekali, individu autotelic mungkin jadi putus asa. Tapi apa yang penting adalah bagaimana itu dilakukan sebagai praktik sehari-hari, bukan kesuksesan sesekali.

Psikolog Donald Campbell pernah memberikan nasehat kepada kaum muda yang hendak memasuki bidang sains: "Jangan masuk ke dalam sains jika Anda tertarik pada uang...

Biarkan ketenaran jadi sesuatu yang Anda terima dengan anggun bila Anda mendapatkannya, tapi pastikan itu adalah karier yang bisa Anda nikmati. Itu membutuhkan motivasi intrinsik... Cobalah untuk jadi situasional sehingga Anda bisa menikmati pekerjaan itu secara intrinsik."

Dari situ bisa dilihat bahwa kesuksesan bukanlah motif utama seorang autotelic, karena kesuksesan berbanding terbaik dengan kegagalan. Tak ada upaya yang berharga dalam hidup seseorang yang berhasil atau gagal.

Terlebih, apa yang kita maksud dengan kesuksesan juga sering ambigu. Sukses sehubungan dengan hal-hal eksternal? Atau sukses sehubungan dengan diri sendiri? Dan jika itu sukses dari luar, lalu bagaimana kita menilainya?

Saya memikirkan sebuah masalah dan lalu menyelesaikannya. Dalam arti terbatas ini, bisa dibilang saya sukses. Tapi masalah yang saya maksud mungkin sangatlah sepele. Jadi, penilaian tentang kesuksesan sering kali tak begitu relevan dan salah tempat.

Itu bukan berarti seorang autotelic harus menjadi miskin, kelaparan, atau terasing. Barangkali ungkapan tepatnya adalah, seorang autotelic tak mengejar uang dan ketenaran, tapi kadang mereka jadi kaya dan tenar karena kecintaannya pada sesuatu yang lebih intrinsik.

Beberapa ilmuwan atau penulis menjadi kaya dengan nyaman berkat penemuan atau karya mereka, namun, jika mereka berkepribadian autotelic, mereka biasanya tak merasa beruntung atas semua itu.

Apa yang mereka syukuri adalah bahwa mereka dapat dibayar untuk sesuatu yang mereka lakukan dengan penuh kecintaan. Dalam kata-kata C. Vann Woodward, yang menjelaskan mengapa dia menulis sejarah:

"Itu menarik minat saya. Itu adalah sumber kepuasan. Mencapai sesuatu yang dianggap penting tanpa kesadaran atau motivasi semacam itu, menurut saya hidup bisa menjadi agak membosankan dan acak-acakan, dan saya tak mau kehidupan seperti itu."

Demikianlah, seorang autotelic mungkin tak bekerja untuk sesuatu yang glamor dalam arti apa pun, dan mereka mungkin menekuni bidang yang tak menarik perhatian khalayak. 

Namun, sepasti kecintaan mereka pada pekerjaannya, sebesar itu pula kebahagiaan mereka dalam hidupnya.

Cara individu autotelic menikmati hidup dan menjadi lebih kreatif

Kita telah membedakan pengejaran instrumental, hal-hal yang kita lakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain, dan pengejaran yang layak dalam pengejaran itu sendiri. Apa yang akan terjadi jika kita coba menjalani hidup hanya berdasarkan pengejaran instrumental?

Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir kita harus dicari demi dirinya sendiri, autotelic, atau tindakan kita bakal jadi kosong dan sia-sia. Cukup jelas bahwa tindakan saya percuma ketika saya tak mencapai tujuan skala kecil saya.

Jika saya mengepak tas liburan saya, memakai sepatu, mengambil kunci dan mengendarai motor saya ke pemandian air panas hanya untuk mendapatinya tutup, tujuan akhir saya untuk berenang jadi frustrasi, dan rangkaian tindakan saya hanya buang-buang waktu.

Demikian pula, jika tujuan akhir saya tak dicari untuk kepentingannya sendiri, tak autotelic, agaknya banyak atau sebagian besar tindakan saya bakal sia-sia. Misalnya, pemandian air panas buka dan saya bisa berenang, tapi mengapa saya melakukannya?

Saya berenang demi kesehatan. Saya ingin sehat agar bisa bekerja. Saya bekerja demi uang. Dan uang itu untuk makan, minum, bayar sewa, rekreasi, yang semuanya memungkinkan saya untuk bekerja. Lagi-lagi, saya bekerja demi uang.

Itu adalah kehidupan yang sia-sia, paling tidak dalam potret Aristoteles. Itu seperti membeli es krim, langsung menjualnya untuk memperoleh uang, dan lalu membelanjakan hasilnya untuk membeli es krim lagi.

Penggambaran itu bukan berarti mencari uang, atau pada umumnya pengejaran instrumental, adalah salah. Itu hanya memberitahu kita bahwa hidup yang didedikasikan untuk pengejaran instrumental bukanlah kehidupan yang layak. Itu membunuh kita secara tragis.

Kegiatan tak bermanfaat kecuali bila berujung pada sesuatu yang memuaskan. Mungkin saya dan Anda sudah terlanjur terjebak dalam sesuatu yang menjemukan, tapi mau-tak-mau harus dilakukan atau dilalui.

Saya pikir itu bukan masalah buruk selama itu berlangsung dalam waktu terbatas. Apa yang penting, dalam waktu luang yang kita miliki, kita dapat mengerjakan sesuatu yang bukan lagi instrumental, melainkan autotelic.

Dalam konteks ini, waktu luang adalah ruang batin yang penggunaannya dapat dihitung sebagai puncak dari semua usaha kita.

Setiap kali kita jadi autotelic, kita mulai menikmati apa pun yang menghasilkan pengalaman seperti itu. Saya mungkin ragu untuk membaca buku dan melakukannya hanya karena saya diberi tugas oleh dosen.

Tapi ketika minat saya terangkat dan saya menyadari betapa asyiknya membaca itu, saya mungkin mulai menikmati aktivitas membaca untuk kepentingannya sendiri. Dengan ini saya bahkan tetap membaca sekalipun tugas kuliah saya sudah beres.

Pada titik itu, aktivitas jadi autotelic: tak ada alasan untuk melakukannya kecuali untuk merasakan pengalaman yang diberikannya. 

Kegiatan autotelic menginduksi suatu bentuk kenikmatan yang kuat, memungkinkan kita untuk memasuki kondisi "flow".

Istilah flow juga agaknya dicetuskan (lagi) oleh psikolog Csikszentmihalyi, di mana kondisi ini digambarkan sebagai efek samping dari aktivitas autotelic:

"Orang memusatkan perhatian mereka pada suatu stimulus yang terbatas, melupakan masalah pribadi, kehilangan rasa waktu dan diri mereka sendiri, merasa kompeten dan terkendali, dan memiliki rasa harmoni serta persatuan dengan lingkungannya."

Dalam kondisi flow, kita menikmati apa yang kita lakukan dan berhenti mengkhawatirkan apa yang bakal kita hasilkan darinya. Sebab, sebagai seorang autotelic, kita tak lagi memusatkan diri pada pencapaian, melainkan pada pengejaran itu sendiri.

Berbagai penelitian mendukung prediksi berikut ini: orang autotelic menghabiskan lebih banyak waktu dalam kegiatan produktif dan lebih sedikit dalam waktu luang pasif ketimbang orang non-autotelic (Asakawa, 2004).

Tak aneh kalau individu autotelic jadi lebih kreatif dalam bidang yang digelutinya, karena kondisi flow yang dialaminya memungkinkan dia memperoleh keadaan pikiran yang optimal; semacam puncak konsentrasi yang membuatnya lupa waktu dan diri.

Pada akhirnya, aktivitas autotelic adalah bentuk kehidupan batin. Ini membutuhkan penarikan diri dari pengejaran instrumental, seperti status, kekayaan, dan/atau politik. Ini mengungkap manusia yang tak dapat direduksi menjadi kontribusi sosial, ekonomi, atau politiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun