Saat Indonesia jadi tuan rumah Asian Games 1962, "visa" tak dikeluarkan untuk atlet Israel dan Taiwan, meski kedua negara ini adalah anggota Asian Games. Keputusan ini pun dikecam keras oleh GD Sondhi, pencetus penyelenggaraan Asian Games.
Akibatnya, pada 7 Februari 1963, Indonesia ditangguhkan dari Olimpiade dengan alasan bahwa politik telah dicampuradukkan ke dalam dunia olahraga, yang katanya mesti bersifat non-politik.
Tak perlu dikatakan, Presiden Soekarno sangat marah kepada International Olympic Committee. Beberapa hari kemudian, ide GANEFO diumumkan. Dalam pidatonya tanggal 13 Februari 1963, Presiden Soekarno memberi perintah sebagai berikut:
"...I propose to be frank. Now let's frankly say, sports have something to do with politics. Indonesia proposes now to mix sports with politics, and let us now establish the Games of the New Emerging Forces, the GANEFO...against the Old Established Order"
"Olahraga dan politik tak bercampur". Kata-kata ini, ironisnya, justru menyoroti sedemikian banyaknya momen ketika olahraga dan politik saling terkait.Â
Olahraga dan politik mungkin tak selalu cocok, tapi, seperti yang diutarakan Presiden Soekarno, politik dan olahraga pasti bercampur.
Itu karena kekuasaan, yang merupakan fitur inti dari politik, ada di mana-mana (seperti ungkap Michel Foucault). Keseharian kita, tak perlu dikatakan, penuh dengan potensi masalah yang dimunculkan kekuasaan, entah tampak ataupun tidak, diartikulasikan ataupun diredam.
Masalah dengan setiap orang yang mencoba memisahkan politik dan olahraga adalah bahwa mereka memperdagangkan mitos. Mereka ingin kita percaya bahwa intervensi politik dalam olahraga adalah penyatuan yang menyakitkan.
Sangat mudah untuk memahami mengapa hal itu begitu mudah diterima. Tapi, persoalannya bukan memisahkan kedua dunia itu. Jika politik ada di mana-mana, tak terkecuali dalam olahraga, maka fokus utamanya adalah bagaimana itu bisa mutualisme.
Bahkan dalam banyak hal, olahraga tampaknya cukup merepresentasikan dunia politik. Mendiang Presiden AS John F. Kennedy, umpamanya, menyatakan bahwa "politics is like football; if you see daylight, go through the hole."
Yang paling ringkas adalah politisi Welsh Aneurin Bevan: "Politik adalah olahraga (ber)darah."