Demikianlah, menurut Adam Smith, sesama manusialah yang mengajari kita nilai tindakan diri kita sendiri, yang merupakan "cermin" yang mengarahkan perhatian kita pada makna tindakan diri kita sendiri.
Kita menginternalisasi atau menyerap perspektif orang lain terhadap diri sendiri, lalu melakukan dialog internal antara perspektif yang terserap.
Tanpa ada sesuatu yang terserap, menurut perspektif ini, refleksi diri hanyalah kekosongan. Tumbuh dewasa sendiri, terlepas dari semua orang, tanpa "cermin" itu, tak ada yang bisa membuat seseorang merenungkan dirinya sendiri.
Mengapa harus refleksi diri?
Terlepas dari banyak sebab, orang biasanya enggan melakukan refleksi diri karena mereka merasa tak mengerti dan/atau tak suka prosesnya. Sementara persoalan pertama tampak lebih mudah dijawab, persoalan kedua mungkin tak akan mempan dengan jawaban belaka.
Persoalan pertama, bahwa orang tak mengerti dengan proses refleksi diri, bisa dijawab melalui pengalaman mereka sendiri. Seperti yang sudah disinggung, orang sebenarnya senantiasa melakukan refleksi diri; hanya saja, mereka tak menyadari itu sebagai proses refleksi diri.
Jika mereka diingatkan dan dibuat sadar tentang proses itu, bahwa suatu ketika mereka juga melakukannya, bahwa mungkin setiap waktu mereka mengalaminya, mereka akan mudah mengerti. Dalam konteks ini, mereka tinggal mengorganisir diri saat pengalaman itu terulang.
Persoalan kedua lebih sukar: orang sering mengira proses refleksi diri itu menyakitkan dan memperlambat. Mereka tak tahan untuk mendaopsi pola pikir "ketidaktahuan" dan sekaligus "keingintahuan", menoleransi kekacauan, serta memikul tanggung jawab pribadi.
Saya menyebutnya sukar karena itu melibatkan perasaan seseorang. Dan dalam banyak kasus, perasaan tak bisa ditawar-tawar oleh argumen. Seseorang yang benci sayur, tak peduli alasan apa pun yang kita kemukakan, mereka (biasanya) tetap tak menyukainya.
Seseorang yang suka merokok, tak peduli seberapa seringnya kita memberitahu itu berbahaya (dan bahkan produsen rokok sendiri sudah memperingatkannya), mereka tetap merokok.Â
Ada istilah begini, "Ketika saya membaca bahwa rokok itu mematikan, saya berhenti membaca."
Tapi, terus terang, saya tak peduli. Saya hanya akan pergi jika sudah meninggalkan argumen.