Atas dasar itu, sekaligus menjawab penurunan partisipasi politik kaum muda, saya cenderung menawarkan apa yang oleh Patricia Hill Collins (2013) sebut sebagai "aktivisme intelektual".
Makna Intelektual
"Intelektual" biasanya merujuk pada kategori profesi, yaitu orang-orang yang pekerjaannya berkaitan dengan ide/gagasan: penulis, akademisi, dan sejenisnya. Output atau produk akhir dari seorang intelektual, karenanya, adalah serangkaian ide/gagasan.
Produk akhir Jonas Salk adalah vaksin, seperti halnya produk akhir Bill Gates adalah sistem operasi komputer. Terlepas dari keluasan wawasan dan bakat yang terlibat dalam pencapaian keduanya, mereka bukanlah intelektual.
Karya intelektual dimulai dan diakhiri dengan gagasan, betapapun berpengaruhnya gagasan itu pada hal-hal konkret (di tangan orang lain). Pengertian ini, tak diragukan lagi, terbungkus dalam arena eksklusif.
Dalam kaitannya dengan aktivisme intelektual, saya tak mengartikannya sesempit itu. Ketika saya bilang "saya mencintai dunia intelektual", kata "intelektual" lebih saya maknai sebagai semesta ide dan gagasan.
Jadi, selama seseorang punya keinginan kuat untuk belajar, semangat mencari hal-hal yang belum disajikan kepadanya, haus atau lapar akan perbaikan diri, dan melarikan diri dari suatu tempat menuju ruang yang lebih baik, maka boleh saja dia disebut "(ber)intelektual".
Ringkas kata, saya menitikberatkan fokus intelektual pada gagasan/ide.
Antara Akademi dan Jalanan
Aktivisme intelektual, dengan begitu, berupaya menghubungkan apa yang selama ini tampak kontradiktif: antara akademi dan jalanan, antara cendekiawan dan gerakan. Dalam pengertian ini, proyek intelektual dikontekstualisasikan menjadi politik oposisi.
Tulisan dan percakapan akademis dibingkai ulang untuk mengatasi realitas mendesak saat ini, seperti penindasan dan ketidaksetaraan.
Kajian-kajian akademik, yang prosesnya menguras banyak waktu dan tenaga, tak akan lagi dibiarkan membangkai di rak-rak buku berdebu atau arsip-arsip digital; semuanya diperiksa dan ditelaah ulang untuk diberdayakan (kembali) sesuai konteks yang ada.
Produksi pengetahuan, karenanya, ada di dalam relasi kekuasaan yang dominan dari sejarah dan masyarakat, serta dalam gerakan perlawanan. Ini dikatalisasi oleh pemutusan kontinuitas dan stabilitas, perubahan yang disruptif dan kadang-kadang kekerasan yang harus dipahami.