Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Machiavelli dan Wajah Buruk Politik

30 Juni 2022   05:30 Diperbarui: 30 Juni 2022   05:32 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal terpentingnya adalah bagaimana dapat sukses meraih kekuasaan, kemudian mempertahankannya selama mungkin.

Dia tidak percaya bahwa aturan moralitas pribadi dapat diterapkan ke dalam suatu negara untuk pengaturan bersama, karena jika pada dasarnya negara dihuni oleh manusia-manusia yang kodratnya tidak baik, maka aplikasi moralitas dalam negara hanya akan mencetuskan ketidakefektifan politik.

Akhir dari Politik?

Pada akhirnya, sepintas penguraian pandangan Machiavelli, bahwasanya politik memanglah arena pertarungan kepentingan yang didasari kodrat egoistis manusia, dapat sedikit menjelaskan mengapa sebagian besar dari kita membenci politik.

Kendati begitu, kekacauan yang terjadi dalam politik tidak serta-merta membuat politik harus dihancurkan dan dicari alternatifnya. Secara konseptual, kehendak tersebut tidak masuk akal dan terkesan konyol.

Politik berkaitan erat dengan fenomena konflik dan konsensus. Di satu sisi, adanya perbedaan pendapat, keinginan yang beragam, kebutuhan yang bersaing, dan kepentingan yang berlawanan meniscayakan ketidaksepakatan tentang aturan yang diidealkan.

Di sisi lain, orang-orang mengakui bahwa, untuk memengaruhi aturan-aturan tersebut atau memastikan semua itu ditegakkan, mereka harus bersepakat dengan yang lain, lebih tepatnya "bertindak bersama-sama".

Inilah sebabnya, selama keragaman kepentingan dan kelangkaan sumber daya tak terhindarkan, kita dapat memastikan bahwa politik adalah fitur yang juga tak terhindarkan dalam kondisi manusia. Sebagaimana dikemukakan Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon.

Jadi, politik tidak bisa disingkirkan sama sekali.

Mirip seperti saat pisau banyak digunakan untuk membunuh orang, bukan berarti pisau itu harus dimusnahkan dari dunia. Sekalipun orang memiliki seribu sendok sebagai alternatif, kebutuhan akan sebilah pisau tetap tidak tergantikan.

Yang benar, kita harus belajar menggunakan pisau sebagaimana mestinya. Kita mesti berupaya menjadikan ranah politik sebagaimana pada mulanya ia dikonseptualisasikan. 

Politik adalah seni mencari masalah, mendiagnosisnya secara benar, dan menerapkan obat yang tepat. Bukan sebaliknya.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun