Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Machiavelli dan Wajah Buruk Politik

30 Juni 2022   05:30 Diperbarui: 30 Juni 2022   05:32 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik kerap dihubungkan dengan kelicikan dan kemunafikan. Benarkah demikian? | Ilustrasi oleh Mustafa via Pixabay

Anti-politik mengacu pada penolakan terhadap politisi arus utama dan proses politik, terutama partai politik dan mekanisme struktural yang mapan. Salah satu manifestasinya adalah penurunan keterlibatan politik. Dalam beberapa kasus, mereka turut menawarkan struktur politik alternatif yang dinilainya lebih "otentik" (Heywood, 2019, hlm. 764).

Apa yang kadang-kadang tampak seperti runtuhnya kepercayaan antara publik dan elite politik pada umumnya tidak hanya mendorong masyarakat untuk berpaling dari politik dan mundur ke dalam urusan pribadi.

Sebaliknya, itu telah melahirkan "bentuk-bentuk politik baru" yang, dalam berbagai cara, berusaha untuk mengartikulasikan kebencian atau permusuhan terhadap struktur politik konvensional.

Istilah "anti-politik", karenanya, menjadi tidak relevan.

Tetapi yang jelas, akibat gerakan semacam itu, politik arus utama tidak hanya melahirkan sikap apatis dan keterputusan, tetapi tampaknya juga menimbulkan frustrasi, kejengkelan dan, lebih jauhnya, kebencian.

Pada titik inilah kita dapat menilai bahwa politik tengah mengalami masa krisisnya.

Krisis politik terjadi ketika orang-orang, selaku subjek yang berkepentingan di dalamnya, memilih untuk memalingkan diri dari politik. Hematnya lagi, kepercayaan terhadap politik sebagai instrumen pemecah masalah berbalik sepenuhnya menjadi penambah masalah.

Paradigma tersebut biasanya dikaitkan langsung dengan pemerintah, bahwa politik semakin mendapatkan citra terburuknya ketika otoritas dinilai gagal untuk menciptakan apa-apa yang menjadi harapan bersama, misalnya kesejahteraan dan kebahagiaan kolektif.

Dengan kata lain, kebijakan publik yang serampangan dan sembarangan dapat memperparah terjadinya krisis politik, meskipun perlu digarisbawahi sejak awal, sikap demikian adalah keliru.

Maksud saya, jika kita semua membenci banjir yang menenggelamkan segenap pemukiman, bukan berarti kemudian kita menjadi "anti-air". Banjir merupakan sebuah gejala; sikap antipati terhadap air sama sekali tidak berpengaruh terhadap ada-tidaknya banjir.

Namun, kekeliruan penalaran demikian nyatanya masih cukup mengakar dalam masyarakat kita, sehingga ada baiknya kita berjalan lebih jauh lagi untuk memeriksa kelalaian kita sendiri, karena toh bagaimanapun, kita adalah bagian dari kesatuan masyarakat.

Mengapa Kita Benci Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun