Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Le Petit Prince dan Pengaruh Kekuasaan dalam Keseharian Kita

6 April 2022   13:56 Diperbarui: 6 April 2022   14:02 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kekuasaan, mereka memiliki jalan mudah untuk melakukan propaganda tertentu, dan kita sebagai konsumen informasi, kebanyakan, terpikat supaya membenarkan wacana mereka, biasanya dengan angan-angan yang sepertinya akan memudahkan kehidupan kita.

Saya tidak bermaksud menyudutkan siapa pun, sebab poin saya adalah, lihat betapa kekuasaan ada di sekitar kita dan acapkali disikapi dengan begitu naif sehingga, secara tidak langsung, kita bersikap sukarela untuk dihegemoni.

Seperti yang dikatakan Carl Sagan, "Salah satu pelajaran yang paling menyedihkan dalam sejarah adalah ini: Jika kita telah ditipu cukup lama, kita cenderung menolak bukti apa pun tentang penipuan itu. Kita tidak lagi tertarik untuk mencari tahu kebenarannya.

Bambu telah menangkap kita. Terlalu menyakitkan untuk mengakui, bahkan kepada diri kita sendiri, bahwa (kebebasan) kita telah direnggut. Setelah Anda memberikan kekuasaan kepada penipu atas diri Anda, Anda hampir tidak akan pernah mendapatkan kekuasaan itu kembali."

Tujuan utama saya, dengan demikian, adalah membuat kita tersadar bahwa dalam beberapa hal yang membuat kita lemah dan menderita, ada kekuasaan di luar diri kita yang terselubung dengan begitu halus sehingga kebanyakan dari kita tidak menyadarinya.

Kekuasaan, seperti yang digagas Foucault, melampaui dunia politik dan justru disosialisasikan serta diwujudkan dalam fenomena sehari-hari. Karenanya hal-hal tertentu yang membuat kita mandek dan tidak bebas patut dicurigai sebagai dampak dari kekuasaan yang tidak kita kehendaki.

Misalnya, saya mulai dengan fenomena yang terang-benderang tetapi cukup tabu bila disinggung, yaitu tentang keberadaan komunisme di Indonesia. Umumnya, jika masyarakat kita mendengar atau mengucapkan kata itu saja, muncul perasaan tidak aman dan keragu-raguan.

Apakah karena komunisme bertanggung jawab atas peristiwa kelam di Indonesia beberapa tahun pasca-kemerdekaan? Tidak sesederhana itu, karena toh laporan yang kita dapatkan cukup bermacam-macam sehingga mungkin saja "fakta sejarah" yang kita yakini selama ini hanyalah sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tentu ini juga berkaitan dengan kerumitan menggali sumber-sumber objektif tentang peristiwa di masa lampau, tetapi lebih-lebih lagi, ini adalah tentang pikiran kita yang secara otomatis mengaitkan komunisme dengan pertumpahan darah dan paham ateis.

Perlu diakui bahwa hidup di bawah rezim demokrasi, paradigma semacam itu bukanlah sesuatu yang nyaman bagi pikiran kita. Dalam artian, kita menjadi tidak bebas dalam membuka cakrawala pengetahuan, sebab kita sendiri sudah mengurung diri dalam kotak "anti-komunisme".

Apabila kita menelusuri jejak sejarah tentang mengapa masyarakat kita, tentu tidak semua, mengutuk paham komunisme, bahkan tanpa pernah tahu apa itu komunisme sebenarnya, barangkali kita dapat mencurigai propaganda kekuasaan kala itu sebagai titik mulanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun