Pada Minggu (20/3/2022) dini hari, seorang ibu di Brebes membunuh dan menganiaya ketiga anaknya yang bahkan belum menginjak usia remaja. Menurut kabar terakhir, satu di antaranya tewas di tempat dan dua lainnya sedang mendapatkan perawatan intensif akibat luka sayatan yang parah.
Sebenarnya tragedi tersebut hanyalah satu di antara sekian kasus serupa di masa lalu, tetapi mengingat motif pelaku yang bisa dibilang cukup mengejutkan, saya pikir masalah ini layak dilihat secara khusus dan mendapatkan tempatnya tersendiri untuk direnungkan.
Kita percaya bahwa penjahat mana pun selalu merasa dirinya benar dengan alasan-alasan yang dirasionalisasikan. Kiranya begitu pula pelaku yang kita bicarakan.
Dalam rekaman yang beredar luas, pelaku mengaku ingin menyelamatkan anak-anaknya dari kesengsaraan hidup dan bahwa satu-satunya jalan yang mutlak---supaya mereka tidak menderita sepertinya---adalah kematian.
Dalih yang diucapkan dengan spontan tersebut, perlu diakui, dapat merayap pelan ke dalam kesadaran moral siapa pun yang merasa dirinya cukup peduli terhadap kemanusiaan.
Logika dan empati dihantam secara bersamaan, lalu meninggalkan sejumlah pembelaan dan pengutukan yang agak-agaknya tidak bisa diungkapkan dengan gamblang, tetapi meronta-ronta ingin diucapkan.
Saya tidak akan berdiri di spektrum mana pun; antara kubu penuduh dan kubu pembela, kedua-duanya tidak (akan) punya penjelasan yang memadai untuk mempertahankan posisinya. Saya juga tidak akan mengakui diri sebagai wakil suara orang-orang waras.
Saya ingin berbicara dengan mengandaikan saya gila sekaligus waras dalam titik tertentu, sebab menegasikan salah satunya adalah sikap yang semena-mena dan menyingkirkan diversitas kemanusiaan itu sendiri.
Kita sebaiknya tidak melihat masalah ini dari standar kebenaran kita sendiri (yang mengaku sebagai orang waras), melainkan sebisa mungkin kita memasuki serta mengalami kembali dunia mental pelaku yang diduga mengalami depresi.
Jika pembunuhan memiliki alasan rasional, maka zaman kita dan kita sendiri memang secara rasional konsekuen. Jika tidak, maka kita sudah tidak waras lagi dan tidak ada pilihan lain kecuali mencari pembenaran atau membuang muka.